BEKAL PARA DAI #PERTAMA#

103 Pembaca

Kelas XI IPA & Agama

Bekal Pertama Bagi Para Dai

Dakwah yang disampaikan harus berdasarkan ilmu

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه. أما بعد

رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ ۙوَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ ۙوَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۙيَفْقَهُوْا قَوْلِيْ ۖ. آمين

Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan berbagai macam kenikmatan-kenikmatan yang sangat banyak kepada kita semua.

Shalawat serta salam kita haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menyampaikan risalah Allah subhanahu wa ta’ala yang diturunkan kepadanya sehingga kita bisa merasakan manisnya Iman dan Islam.

Amma ba’du…

Seorang dai ketika berdakwah hendaknya selalu memastikan bahwa apa yang akan disampaikan itu berdasarkan ilmu yang benar yang bersumber dari Kitabullah dan Sunah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Sehingga dakwah yang disampaikan itu bisa dipertanggung jawabkan, karena apa saja yang berasal dari keduanya pasti benar dan tidak perlu diragukan lagi, sedangkan apa yang berasal dari selain keduanya belum tentu benar dan masih harus ditimbang terlebih dahulu dengan Al-Quran dan Sunah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tersebut, jika sesuai maka wajib diterima namun jika ternyata tidak sesuai tidak boleh diterima dan harus dikembalikan kepada orang yang mengucapkannya.

Artinya, jika memang perkataan atau ketetapan seseorang itu bertentangan dengan Al-Quran dan Sunah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, perkataan atau ketetapan itu tidak boleh diterima, harus ditinggal dan yang diambil apa yang terdapat dalam Kitabullah dan Sunah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

Dalam sebuah hadis disebutkan,

عن ابْنُ عَبَّاسٍ: يُوشِكُ أَنْ تَنْزِلَ عَلَيْكُمْ حِجَارَةٌ مِنْ السَّمَاءِ! أَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقُولُونَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ؟

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, “Hampir saja ada batu jatuh dari langit menimpa kalian! Saya berkata, Rasullullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, tapi kalian berkata, telah berkata Abu Bakar dan Umar?”

Hadis tersebut menjelaskan tentang ancaman yang sangat menakutkan bagi orang-orang yang berpaling dari Hadis Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam lebih memilih perkataan selain perkataannya, meskipun perkataan itu adalah perkataan dua orang sahabat yang paling mulia, Abu Bakar dan Umar.

Jika perkataan Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma yang merupakan orang-orang yang paling tinggi tingkat ilmu dan ketakwaannya setelah para nabi dan rasul saja jika bertentangan dengan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh dipakai, harus ditinggalkan dan harus lebih mendahulukan perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang jika tidak demikian bisa mengakibatkan jatuhnya batu dari langit dan menimpa orang-orang yang mengesampingkan perkataan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, lebih memilih perkataan Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma apalagi jika perkataan itu hanya perkataan orang-orang yang tingkat ilmu dan ketakwaannya berada di bawah level mereka berdua. tentu tidak boleh diamalkan dan harus lebih mendahulukan perkataan beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat An-Nur ayat 63,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ. سورة النور: 63

“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” QS: An-Nur: 63.

Imam Ahmad Rahimahullah berkata, “Apakah kamu tahu apa (maksud) fitnah (dalam ayat tersebut)?” (maksud) Fitnah (dalam ayat tersebut) adalah syirik yang bisa jadi jika seseorang menolak sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam hatinya akan tertimpa sesuatu berupa zaigh (penyimpangan) yang (mengakibatkan) dia celaka.”

Jadi bekal yang pertama sekali harus disiapkan oleh para dai sebelum berdakwah adalah ilmu yang berlandaskan pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih dan yang maqbul (diterima).

Jadi, dakwah yang tidak didasari ilmu yang benar pada hakekatnya dakwah itu merupakan dakwah di atas kejahilan, dakwah di atas kejahilan bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya, sebab orang tersebut seperti orang yang memberikan wejangan dan arahan ke jalan yang benar tapi sebenarnya dia merupakan orang yang sesat dan menyesatkan orang lain. na’udzubillahi min dzalik.

Orang yang berdakwah tanpa didasari ilmu termasuk jahil murokkab (menganggap dirinya tahu padahal sesungguhnya tidak tahu) orang seperti ini lebih parah dan lebih berbahaya daripada orang jahil biasa (orang yang memang tidak tahu), orang yang memang tidak tahu biasanya dia akan diam dan tidak berbicara, dan ketidaktahuannya itu bisa diberantas dengan cara belajar, berbeda dengan orang yang jahil murokkab dia akan sangat banyak menimbulkan masalah karena dia tidak akan diam, dia akan selalu berbicara meskipun tidak tahu apa-apa dan apa yang disampaikan itu salah. sehingga yang terjadi mereka akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki, lebih banyak menjerumuskan daripada mengarahkan.

Teman-teman semua, ketahuilah bahwa dakwah kepada Allah Subhanahu Wa Taala tanpa di dasari ilmu itu menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan orang-orang yang mengikutinya.

Coba simak firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikut ini yang memerintahkan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam untuk menyampaikan jalannya,

قُلْ هٰذِهٖ سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ ۗعَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ ۗوَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. سورة يوسف: 108

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (seluruh manusia) kepada Allah dengan bukti yang nyata. Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk golongan orang-orang musyrik.” QS: Yusuf: 108.

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam menunjukkan jalannya yaitu mengajak kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala berdasarkan ilmu, demikian juga dengan orang-orang yang mengikutinya. Maksudnya adalah orang-orang yang mengikutinya wajib berdakwah kepada Allah Subhanahu Wa Taala berdasarkan bashiroh (ilmu) bukan berdasarkan kejahilan (kebodohan).

Bersambung…..

Maraji:

Zadud du’ati lifadhilatisyaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah ta’ala.

Abu Layla Turahmin, M.H.

Bin Baz Pusat, Senin, 22 Juli 2024, 15.33.

Tinggalkan komentar