Macam-macam Wanita
Bin Baz Pusat, Kamis, 10 Agustus 2024
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه. أما بعد
رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ ۙوَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ ۙوَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۙيَفْقَهُوْا قَوْلِيْ ۖ. آمين
Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan berbagai macam kenikmatan-kenikmatan yang sangat banyak kepada kita semua.
Shalawat serta salam kita haturkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menyampaikan risalah Allah subhanahu wa ta’ala yang diturunkan kepadanya sehingga kita bisa merasakan manisnya Iman dan Islam.
Amma ba’du
Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang macam-macam wanita, wanita terbagi menjadi dua yaitu tsayyib (tidak perawan) dan bikr (perawan):
Pertama: Tsayyib (tidak perawan)
Sayyib adalah wanita yang sudah hilang keperawanannya karena telah disetubuhi di bagian kemaluannya baik disetubuhi secara haram ataupun karena dipaksa (pent: atau karena pernikahan yang sah kemudian telah berpisah dengan suaminya baik karena cerai ataupun karena ditinggal mati suaminya).
Kedua: Bikr (perawan)
Abkar dan bikr (perawan) adalah wanita yang masih perawan yang belum pernah disetubuhi di bagian kemaluannya, sedangkan wanita yang diciptakan dalam keadaan tidak perawan atau keperawanannya itu hilang bukan karena disetubuhi di kemaluannya namun karena mengalami kecelakaan atau darah keperawanannya keluar bersamaan dengan darah haidnya maka wanita ini dihukumi sebagai wanita yang masih perawan.
Bikr (perawan) boleh dinikahkan oleh bapaknya atau kakeknya ke atas jika bapaknya tidak ada atau tidak memiliki kemampuan untuk menikahkannya.
Faidah
Disunahkan menikahkan perawan dengan meminta izin kepadanya terlebih dahulu demi kebaikannya jika dia sudah mukallaf, sunah ketika minta izin kepadanya adalah dengan cara walinya mengirimkan kepadanya beberapa orang wanita yang terpercaya untuk melihat bagaimana pendapatnya, dan yang paling berhak melakukan hal itu adalah ibunya.
Faidah
Disunahkan menikahkan wanita (perawan) yang sudah baligh dengan meminta persetujuannya terlebih dahulu kepadanya.
Cabang
Bagi seorang bapak atau kakek (jika memang bapaknya tidak ada atau tidak memiliki keahlian untuk menikahkannya), boleh menikahkan anak perawannya tanpa persetujuannya dan hukum pernikahannya sah, karena wali merupakan orang yang paling paham terhadap kemaslahatannya, beda dengan anaknya itu dia lemah tidak mampu memilih dengan baik, seorang wanita terkadang melihat sesuatu yang menakjubkannya pada diri seorang laki-laki tapi walinya memiliki pandangan lain.
Syarat seorang wali (bapak atau kakek) menikahkan anak perawannya tanpa izinnya:
Pertama: Syarat sah pernikahannya:
- Menikahkannya dengan laki-laki yang sekufu.
- Calon suaminya orang yang mampu membayar mahar secara pantas.
- Tidak ada permusuhan antara dia dengan calon suaminya secara lahir dan batin.
Jika salah satu dari syarat-syarat sahnya tersebut tidak terpenuhi maka akadnya batal.
Kedua: Syarat bolehnya iqdam:
- Menikahkannya dengan mahar mitsl (mahar yang setara dengan mahar yang diberikan kepada saudarinya yang telah menikah).
- Mahar dengan menggunakan uang yang dipakai di negeri tersebut.
- Mahar harus diberikan secara tunai tidak dihutang kecuali jika kebiasaan masyarakat setempat berbeda.
Sebagian ulama lain menambahkan dua syarat lain:
- Tidak menikahkannya dengan orang yang berpotensi memudharatkannya seperti orang buta atau orang tua yang sudah pikun/tua renta.
- Calon suaminya bukan orang yang wajib melaksanakan ibadah nusuk (haji).
Jika salah satu syarat iqdam ini tidak terpenuhi walinya berdosa meskipun akad nikahnya sah dengan mahar mitsli dari uang negeri tersebut.
Orang yang mau memperhatikan syarat-syarat ini akan melihat bahwa hal itu ditetapkan demi kemaslahatan wanita yang masih gadis itu.
Adapun tsayyib (bukan perawan) tidak boleh menikahkannya kecuali atas persetujuannya dan setelah dia baligh, jika dia di dicerai sebelum baligh dan ada orang yang ingin menikahinya maka harus ditunggu sampai baligh terlebih dahulu, setelah itu baru dimintai persetujuannya dan persetujuan tersebut harus berupa ucapan bukan diam, karena tidak boleh bagi walinya menikahkannya tanpa persetujuannya, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma,
Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tsyayyib (janda) lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya, dan seorang gadis dimintai persetujuannya dan persetujuannya adalah diam.” HR: Muslim.
Penutup
Sekufu merupakan syarat sahnya akad nikah, sebagian orang bernadhom tentang ciri-ciri kafaah dalam ucapannya:
شرط الكفاءة خمسة قد حررت ينيبك عنها بيت شعر مفرد
نسب ودين حرفة حرية فقد العيوب وفي اليسار تردد
- Syarat sekufu yang telah aku himpun ada lima
- Untukmu dalam bait syair tersendiri aku telah mengulangnya
- Nasab, agama, pekerjaan dan merdeka
- Tidak ada cacat sedangkan dalam kesamaan harta masih ada perbedaan (di dalamnya)
اليسار maknanya kekayaan antara calon suami dan istri sama/seimbang, calon suami tidak terlalu kaya dan tidak terlalu miskin darinya, dalam masalah harta menurut pendapat yang rajih tidak ada syarat harus sekufu/setara karena harta itu tidak kekal, dan orang-orang yang memiliki muru’ah dan ilmu tidak akan berbangga-bangga dengan harta. Al-Allamah Mar’i Al-Hanbali berkata:
قالوا الكفاءة ستة فأجبتهم قد كان هذا في الزمان الأقدم
أما بنو هذا الزمان فإنهم لا يعرفون سوى يسار الدرهم
- Mereka berkata sekufu itu ada enam lalu aku menjawabnya
- Ini hanya terjadi di zaman dahulu
- Adapun orang-orang di zaman ini mereka
- Tidak mengenalnya selain kesamaan dirham (harta)
Abu Layla Turahmin, M.H.
Bantul, Sabtu, 10 Agustus 2024, 10.46.
Al-Imta’: 307-308