HIDAYAH TAUFIK HANYA MILIK ALLAH TA’ALA

93 Pembaca

FIRMAN ALLAH TA’ALA SESUGGUHNYA ENGKAU (MUHAMMAD)

TIDAK BISA MEMBERI HIDAYAH TAUFIK UNTUK ORANG YANG ENGKAU CINTAI

إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (القصص:56)

            Artinya:” Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. Qs:Al-Qoshosh:56

Penjelasn ayat

            Ketika Allah Ta’ala mengetahui betapa Nabi Muhasmmad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam sangat menginginkan supaya pamannya yaitu Abu Thalib mendapat hidayah (taufik). Padahal Dia (Allah) telah mengetahui bahwa pamannya tidak akan mendapat hidayah tersebut. Maka Allah Ta’ala mengabarkan kepada Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wa Sallam bahwa hidayah taufik adalah khusus hak Allah Ta’ala saja bukan hak selain-Nya dan hanya Dialah yang mampu memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, Dialah yang memberi hidayah taufik kepada siapa saja hamba yang di kehendaki-Nya (untuk mendapatkan hidayah tersebut), karena Dialah yang paling mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan taufik dari-Nya maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan hal tersebut kepada beliau Shallallahu Alalihi Wa Sallam.

Mutiara ayat

  1. Tidak ada yang mampu memberi hidayah taufik selain Allah Ta’ala karena hidayah taufik khusus milik-Nya.
  2. Cinta naluri kepada kerabat kafir yang tidak memerangi islam tidak bertentangan dengan keimanan seseorang.
  3. Penetapan sifat masyiah (kehendak) bagi Allah ta’ala

Hubungan ayat dengan bab

            Ayat ini menafikan hidayah taufik dari Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam Padahal beliau adalah makhluk paling mulia, jika beliau yang memiliki kedudukan demikian tinggi tidak memilikinya apalagi selain beliau Shollallahu Alaihi Wasallam tentu pasti tidak memilikinya.

Hubungan ayat dengan tauhid

            Ayat ini menunjukkan bahwa hidayah taufik hanya milik Allah Ta’ala. Maka meminta hidayah tersebut kepada selain Allah Ta’ala adalah termasuk syirik.

Dalam kitab shohih (shohih bukhori) dari ibnul musayyab dari bapaknya Rohimahullahu ta’ala berkata: “Ketika Abu Thalib sedang mengalami sakaratul maut (hampir meninggal dunia) Rosulullah Shollallahu Alaihi Wasallam datang (menemui)nya di situ ada Abdullah bin Umayyah dan Abu Jahl. Lalu beliau bersabda: “Wahai pamanku ucapkanlah (kalimat) laa ilaaha illallah…! yaitu kalimat yang akan aku jadikan sebagai hujjah di hadapan Allah Ta’ala (bahwa engkau telah beriman)”. Kemudian Abdullah bin Umayyah dan Abu Jahl berkata: “Apakah engkau membenci agama Abdul Muthollab?”. beliau Shollallahu Alaihi Wasallam mengulangi kembali sabdanya dan mereka berdua juga mengulangi (perkataanya) sehingga akhirnya ucapan terakhir Abu Thalib adalah tetap berada di atas agama Abdul Muthallib ia enggan mengucapkan kalimat laa illaha illallah. Kemudian Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Aku akan memohonkan ampun untukmu selama aku tidak di larang”. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat: “Tidaklah pantas bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampun untuk orang-orang musyrik walaupun mereka adalah keluarga dekatnya setelah jelas baginya bahwa mereka termasuk penghuni neraka jahim”.

Dan Allah Ta’ala menurunkan ayat yang berkenaan dengan Abu Thalib: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan bisa memberi hidayah (taufik) kepada orang yang engkau cintai akan tetapi Dia memberi hidayah (taufik) kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya”.

Penjelasan ayat

            Dalam hadis ini Said bin Al-Musayyab mengabarkan kepada kita bahwa Abu Thalib menjelang wafatnya, Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam meminta kepadanya untuk mengucapkan kalimat tauhid (laa ilaaha llallahu) supaya bisa di jadikan sebagai hujjah di sisi Allah Ta’ala, akan tetapi teman-teman jeleknya menanamkan (sifat) ashobiyah (kesukuan) dalam hati Abu Thalib dan mereka menyebutkan tentang pendahulunya sehingga akhirnya beliau (Abu Thalib) menyatakan bahwa ia akan mati di atas agama Abdul Muthollib, dan akhirnya beliau meninggal dalam keadaan seperti itu. Kemudian Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam bersumpah akan memintakan ampun untuknya selama hal itu tidak di larang oleh Allah Ta’ala beliau terus menerus memintakan ampun untuk pamannya sampai turun larangan dari Allah Ta’ala.

Mutiara ayat

  1. Boleh mengunjungi orang musyrik yang sedang sakit jika di harapkan orang tersebut mau masuk Islam.
  2. Barangsiapa menjelang wafatnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah di anggap sebagai orang muslim walaupun belum beramal.
  3. Penentu amalan adalah di akhir kehidupan.
  4. Semangat yang kuat untuk berakwah kepada Allah Ta’ala dan bersabar dalam amar ma’ruf nahi mungkar.
  5. Bantahan terhadap orang yang menganggap bahwa Abu Thalib dan pendahulunya telah masuk Islam.
  6. Bahayanya teman jelek bagi seseorang.
  7. Haram memintakan ampun kepada Allah Ta’ala untuk orang-orang musyrik sedekat apa pun hubungan kekerabatannya dan bagaimana pun amalan yang telah dilakukan untuk Islam.
  8. (Tambahan dari ust puji abu isa) bahayanya mengagungkan leluhur dan orang-orang terkemuka.

Hubungan hadis dengan bab

            Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi Shollallahu Alaihi Wasallam tidak memiliki hidayah taufik. Jika beliau saja yang merupakan makhluk paling mulia tidak memiliki hidayah taufik apalagi selain beliau.

Hubungan hadis dengan tauhid

            Hadis ini menunjukkan bahwa hidayah taufik adalah khusus milik Allah Ta’ala maka memintanya kepada selain-Nya adalah syirik.

Tinggalkan komentar