# Mandhumah Qowaid Fiqih Syaikh As-sa’di Syarah 17 “Wasilah Memiliki Hukum Seperti Hukum Tujuan Penggunaannya” #

5 Pembaca

وَسَائِلُ الْأُمُوْرِ كَالْمَقَصِدِ

وَاحْكُمْ بِهَذَا الْحُكْمِ لِلزَّوَئِدِ

Wasilah sebuah perkara (hukumnya) sama dengan tujuan (penggunaannya)

Berhukumlah dengan ketantuan ini sebagai bekal tambahan

Penjelasan:

Sarana untuk melakukan suatu perkara hukumnya sama dengan perkara yang dilakukan tersebut.

Jika seseorang diperintahkan untuk melakukan sesuatu maka dia juga diperintahkan untuk menggunakan sarana untuk melakukan apa yang diperintahkan itu yang perintah tersebut tidak bisa dilaksanakan secara sempurna kecuali dengan sarana itu. Sehingga sesuatu yang wajib dikerjakan dan kewajiban itu tidak akan sempurna jika dikerjakan kecuali dengan sesuatu yang lain maka sesuatu yang lain itu hukumnya juga wajib.

Sesuatu yang sunah dikerjakan dan sunahnya itu tidak akan sempurna jika dikerjakan kecuali dengan sesuatu yang lain maka sesuatu yang lain itu hukumnya sunah.

Demikian juga perkara yang dilarang untuk dikerjakan maka semua jalan dan sarana yang dapat mengantarkan kepada larangan itu hukumnya juga terlarang digunakan untuk melakukan perkara yang terlarang tersebut.

Sarana untuk melakukan kewajiban hukumnya wajib dikerjakan, seperti berjalan ke masjid untuk melaksanakan shalat fardhu, zakat, jihad, dan menunaikan hak yang wajib ditunaikan seperti hak Allah subhanahu wa ta’ala, hak kedua orang tua, karib kerabat, istri, dan budak-budak yang dimilikinya. Maka hukum sarana untuk melakukan hal tersebut yang jika tidak ada hal tersebut tidak bisa dikerjakan dengan sempurna maka sarana tersebut hukumnya wajib.

Adapun perkara yang hukumnya sunah seperti ibadah nafilah; shalat, sedekah, puasa, haji dan umrah yang sunah, serta perkara sunah lain yang berkaitan dengan hak-hak orang lain seperti menyambung silaturrahmi, mengunjungi orang sakit, hadir ke majelis ilmu, dan lain-lain. maka sarana untuk melakukan hal tersebut hukumnya sunah, seperti melangkahkan kaki untuk melaksanakannya.

Adapun perkara yang haram, seperti syirik akbar yaitu syirik dalam ibadah maka semua perkara yang bisa mengantarkan kepada perbuatan tersebut baik ucapan maupun perbuatan, atau sarana yang bisa mendekatkan kepadanya hukumnya masuk dalam katagori syirik ashghor, seperti bersumpah dengan nama selain Allah subhanahu wa ta’ala, dan mengagungkan kuburan yang tidak sampai menyembahnya; sebagai tindak prefentif agar kuburan itu tidak disembah.

Demikian juga semua sarana yang bisa mengantarkan kepada kemaksiatan seperti zina, minum khomer dan lain-lain hukumnya tersebut haram. Dan sarana yang dapat mengantarkan kepada perkara yang makruh hukumnya makruh.

Abu Layla Turahmin, M.H.

Bantul, Yogyakarta, Rabu 16 Juli 2025.

Tinggalkan komentar