# Mandhumah Qowaid Fiqih Syaikh As-sa’di Syarah 15 “Hukum Asal Kemaluan Wanita, Daging, Jiwa dan Harta” #

3 Pembaca

وَالْأصْلُ فِيْ الْأَبْضَاعِ وَاللُّحُوْمِ

وَالنَفْسِ وَالْأمْوَالِ لِلْمَعْصُوْمِ

تَحْرِيْمُهَا حَتَّى يَجِيْءَ الْحِلُّ

فَافْهَمْ هَدَاكَ اللَّهُ مَا يُمَلُّ

(Hukum) asal kemaluan wanita dan daging

Jiwa dan harta milik orang yang terjaga

Adalah diharamkan sampai datang kehalalannya

Pahamilah semoga Allah memberi hidayah kepadamu dari kemalasan (mu).

Penjelasan:

Hukum asal perkara yang disebutkan di atas adalah haram sampai kita merasa yakin betul bahwa perkara itu telah halal bagi kita.

Hukum asal kemaluan wanita adalah haram, artinya seseorang tidak boleh menggauli seorang wanita kecuali jika dia sudah yakin bahwa wanita tersebut telah menjadi halal baginya dengan adanya pernikahan yang sah atau wanita itu menjadi milku yamin (budak).

Demikian juga daging hukum asalnya adalah haram sampai kita yakin betul bahwa daging itu halal bagi kita. Seperti daging tersebut berasal dari hewan yang halal dimakan dan disembelih dengan cara syar’i.

Oleh karena itu, hewan yang disembelih dan matinya hewan itu disebabkan karena dua hal yaitu dengan cara yang menyebabkan hewan itu halal dimakan setelah kematiannya dan juga dengan sebab yang mengakibatkan hewan itu menjadi haram setelah kematiannya, maka yang diambil hukumnya adalah hewan itu haram. sehingga hewan tersebut yang disembelih atau diburu itu tidak halal dimakan.

Jika seseorang menombak, memanah atau menyembelih hewan dengan alat yang beracun, atau pun memanah atau menombaknya kemudian hewan itu jatuh ke dalam air atau kemudian hewan itu setelah dipanah atau ditombak lalu mati tertimpa sesuatu yang lain yang sesuatu itu memang biasanya mengakibatkan kematian jika menimpanya, maka hewan itu tidak halal dimakan.

Demikian juga hukum asal orang yang maksum (terjaga darah, harta dan kehormatannya) yaitu orang muslim atau orang kafir mu’ahad (orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin), haram darah, harta dan kehormatannya, tidak boleh ditumpahkan darahnya, tidak boleh dirampas hartanya dan tidak boleh juga dijatuhkan kehormatannya kecuali dengan alasan yang benar.

Jika hukum asal ini telah hilang disebabkan karena murtad bagi orang muslim, atau karena berzina, atau karena membunuh orang lain atau perjanjian damai tersebut antara orang kafir dengan kaum muslimin telah dicabut maka halal darah orang tersebut ditumpahkan. Pen. Namun yang menegakkan hukum tersebut pemerintah bukan sembarang orang, karena jika yang melakukannya sembarang orang hanya akan menimbulkan kekacauan.

Demikian juga jika seseorang melakukan tindak pidana yang tindak pidananya itu mengakibatkan hukuman had, seperti potong tangan, atau tindak pidana yang mengakibatkan hukuman tertentu atau tindak pidana yang mengakibatkan hartanya boleh diambil, maka pemotongan anggota badan, hukuman atau perampasan hartanya dihalalkan. tentu pelaksanaannya sebatas hukuman yang ditetapkan untuknya berdasarkan tindak pidana yang dilakukan tidak boleh melebihi batas, seperti jika dia memotong anggota badan orang lain kemudian mendapat hukuman qishos atau mencuri yang mengakibatkan hukum pootng tangan dan lain-lain,.

Demikian juga dengan orang yang memiliki hutang tapi tidak mau melunasi hutangnya, maka hartanya boleh diambil sebanyak hutang yang dimilikinya, baik hutang itu hutang kepada Allah subhanahu wa ta’ala maupun hutang kepada sesama manusia. atau pun jika dia memiliki kewajiban untuk menafkahi kerabat, budak, hewan ternak, atau tamu tapi dia tidak mau melakukannya, maka hartanya juga boleh diambil sebatas untuk menafkahi mereka.

Abu Layla Turahmin, M.H.

Bantul, Yogyakarta, Rabu 16 Juli 2025.

Tinggalkan komentar