HUKUM PUASA PADA HARI YANG DIRAGUKAN (HARI SYAK)

178 Pembaca


Hukum Puasa pada Hari yang Diragukan (Hari Syak)

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه. أما بعد

Ihwati fillah rahimani wa rahimakumullahu jami’an yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala, yang pertama saya panjatkan puji dan syukur kepada Allah subhanahu Wa Ta ‘ala yang telah melimpahkan nikmat-nikmat-Nya kepada kita semua.

Kemudian shalawat dan salam kita sampaikan kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam.

Kali ini saya akan membahas tentang hukum berpuasa pada hari Syak (diragukan), apakah diperbolehkan berpuasa pada hari syak ataukah tidak?

Hari syak menurut jumhur ulama adalah hari yang diragukan apakah hari tersebut masih termasuk bulan Sya’ban atau sudah masuk bulan Ramadhan karena pada hari itu hilal tidak terlihat disebabkan tertutup mendung atau asap dan biasanya hari syak jatuh pada hari ketiga puluh bulan Sya’ban.

Berdasarkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika pada saat tenggelamnya matahari pada hari kedua puluh sembilan dan masuk hari ketiga puluh bulan Sya’ban tidak terlihat hilal disebabkan karena mendung atau asap, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan supaya bulan Sya’ban tersebut disempurnakan menjadi tiga puluh hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُم، فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ. أخرجه البخاري: 1909

“Jika tertutup (mendung) atas kalian (sehingga tidak bisa meliohat hilal) maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban tiga puluh hari. HR: Bukhori: 1909.

Hukum Puasa pada Hari Syak

Ulama sepakat bahwa hukum puasa pada hari syak adalah haram. Hal ini didasarkan pada beberapa hadits Nabi Muhammad SAW, salah satunya:

وَعَنْ عَمَّرٍ ابْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ، “مَنْ صَامَ الْيَوَم الَّذِي يُشَكُّ فِيْهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ. رَوَاهُ: البخاري وصححه ابن خزيمة، وابنث حبان

“Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (HR. Bukhari, dishahihkan ibnu Khuzaimah dan ibnu Hibban)

Hadis ini menunjukkan bahwa berpuasa pada hari yang diragukan adalah haram, karena berpuasa pada hari tersebut termasuk mendurhakai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perkataan Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dihukumi sebagai hadis marfu’ karena hukum tersebut tidak mungkin hanya berdasarkan pendapatnya saja, pasti beliau pernah mengetahui hal tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. selain itu hukum larang berpuasa pada hari yang diragukan tersebut juga dikuatkan dengan hadis yang melarang berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan dan hadis tentang kewajiban berpuasa setelah melihat Hilal.

“Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (HR. Bukhari, dishahihkan ibnu Khuzaimah dan ibnu Hibban)

Alasan Larangan Berpuasa pada Hari Syak

Larangan berpuasa pada hari syak didasarkan pada beberapa alasan, antara lain:

  • Menghindari durhaka kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis di atas.
  • Menghindari keraguan dalam menentukan awal bulan Ramadhan.
  • Mencegah perselisihan di antara umat Islam.
  • Menjaga keseragaman dan kekompakan dalam pelaksanaan ibadah puasa.

Hukum Puasa Qadha pada Hari Syak

Jika seseorang memiliki hutang puasa dan belum dilunasi sampai pada hari syak (yang diragukan) dan ia ingin mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal tersebut (qadha) pada hari tersebut, maka hukumnya boleh. Hal ini didasarkan pada beberapa hadits Nabi Muhammad SAW, salah satunya:

“Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad SAW), kecuali orang yang mengganti (qadha) puasanya.” (HR. Bukhari & al-Hakim)

Kesimpulan

Puasa pada hari syak adalah haram, namun jika ingin mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal, maka boleh dilakukan pada hari syak.

Referensi:

Mukhtarotul Allam Fi Syarkhi Bulughil Marram, Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, Jilid 5, Hal: 9-10.

Jum’at, 01 Maret 2024, jam 14.34

Abu Layla Turahmin.

Tinggalkan komentar