GHIBAH ITU HARAM KECUALI…

38 Pembaca


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه. أما بعد

رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ ۙوَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ ۙوَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۙيَفْقَهُوْا قَوْلِيْ ۖ. آمين

اللهم إني أعوذبك من علم لا ينفع، ومن قلب لا يخشع، ومن نفس لا تشبع، ومن دعوة لا يستجاب له

Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan ringkasan fawaid ta’lim yang diadakan di Masjid Islamic Centre Bin Baz, dengan tema “Ghibah Itu Haram Kecuali yang Diperbolehkan” yang disampaikan oleh Syaikh Abdullah Bawadi. Pembahasan ini merupakan pembahasan yang sangat penting karena berkaitan dengan masalah ghibah yang sangat sering dilakukan orang, bahkan hampir tiada hari tanpa ghibah, namun di sana ada sesuatu yang sangat mirip dengan ghibah tapi bukan termasuk ghibah sehingga boleh dilakukan.

Lalu apa saja yang mirip ghibah tapi bukan termasuk ghibah?

Simak penjelasannya di sini…

Tujuan penulisan fawaid ini adalah agar kita paham tentang besarnya dosa ghibah dan kemudian menjauhinya serta dapat membedakan mana ghibah dan mana yang bukan ghibah, namun kita tetap harus hati-hati jangan sampai kita membicarakan keburukan orang lain yang kita anggap bukan ghibah tapi ternyata ghibah, intinya hati-hati dan selalu waspad ketika membicarakan keburukan orang lain dan pastikan bahwa itu bukan ghibah. semoga ringkasan ini bermanfaat bagi penulis dan juga bagi para pembaca sekalian. Amin.

Fawaid Taklim

Ghibah/Membicarakan Keburukan Orang Lain

Ghibah termasuk dosa -dosa besar.

Ghibah di sebut juga akalah (ٌأَكَلَة) karena Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan dalam al-Quran bahwa ghibah سama dengan akalah/makanan yaitu seperti halnya orang yang memakan bangkai saudaranya yang sudah mati.

وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ. الحجرات: 12

“Janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.” QS: Al-Hujurat:12.

Allah mengumpamakan bahwa ghibah itu sama dengan memakan bangkai saudaranya.

Pengertian Ghibah

Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang nyata ada pada saudaranya yang sudaranya itu tidak suka jika mendengarnya.

Seperti, fulan gendut, fulan pelit, fulan pincang, fulan buta, fulan kerempeng, fulan hitam, fulan jelek dll.

Jika sifat buruk yang disebutkan itu benar-benar ada padanya maka inilah yang dimaksud ghibah. Tapi jika sifat-sifat buruk itu tidak ada padanya maka disebut buhtan (tindakan menyebarkan informasi bohong tentang seseorang dengan tujuan untuk menjelek-jelekkannya).

Buhtan adalah kedustaan yang lebih besar.

Hati-hati jangan sampai mengghibahi orang lain apalagi menghibahi para penuntut ilmu, para alim ulama dan orang-orang shalih karena dosanya lebih besar daripada mengghibahi orang biasa.

Menurut pendapat yang rajih ghibah terhadap siapa pun hukumnya tidak boleh dan termasuk dosa besar bukan dosa kecil.

Mengghibahi para ulama dosanya dobel.

Hukum Menyebutkan keburukan orang lain di hadapan orang lainnya

Hukum asal ghibah adalah haram dan termasuk dosa besar, namun di sana ada perbuatan yang mirip dengan ghibah tapi tidak disebut sebagai ghibah dan hukumnya diperbolehkan.

Boleh hukumnya menyebutkan (membicarakan) keburukan orang lain di hadapan orang lainnya pada enam kondisi, yaitu:

Pertama: Menyebutkan kezaliman orang lain kepada dirinya di hadapan qadhi/hakim dalam rangka untuk meminta keadilan.

Misalnya: dipukul orang, dirampas hartanya, dicuri hartanya atau perbuatan zalim lainnya. kemudian perbuatan buruk orang tersebut disampaikan kepada qadhi/hakim untuk minta keadilan.

Kedua: Meminta tolong kepada orang yang tepat dalam rangka untuk ingkarul mungkar (mengingkari kemungkaran).

Boleh membicarakan keburukan orang lain untuk ingkarul mungkar, misalnya di satu tempat ada orang yang melakukan kemaksiatan kemudian kemaksiatan itu di ceritakan kepada pihak berwenang agar kemungkaran itu diberantas.

Ketiga: Meminta fatwa tentang hukum syar’i.

Menyampaikan keburukan orang lain kepada mufti dalam rangka untuk meminta fatwa akan hukum keburukan yang dilakukan orang tersebut. Ini termasuk maslahat syar’iyah.

Dalinya perbuatan istri Abu Sufyan radhiyallahu anha yang menceritakan tentang pelitnya Abu Sufyan kepada Nabi shalallahu alaihi wa salam untuk meminta fatwa kepada beliau apa yang harus dilakukannya terkait hal tersebut, yang kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam membolehkannya untuk mengambil uang Abu Sufyan radhiyallahu anhu secukupnya sekadar untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan anak-anaknya.

Keempat: Diperbolehkan menceritakan keburukan orang lain dalam rangka untuk memberi peringatan kepada orang lainnya agar tidak terkena keburukannya.

Perbuatan ini termasuk maslahat syar’iyyah. Termasuk jarh kepada perawi hadis demi menjaga kemurnian sunnah dan hadis dari kadzib, dhuafa dll.

Boleh meminta pendapat kepada orang lain tentang kondisi orang yang hendak meminang anaknya, kemudian orang tersebut menjelaskan kebaikan dan keburukan orang tersebut. Atau minta pendapat kepada orang lain tentang kondisi orang yang mengajaknya kerja sama apakah dia termasuk orang yang baik atau buruk.

Kelima: Mengenalkan orang kepada orang lain dengan menyebut kekurangannya yang menjadi ciri khasnya yang orang itu tidak bisa diketahui kecuali dengan menyebut kekurangannya itu.

Seperti orang yang dikenal dengan buta, pincang ataupun sifat lainnya. Tinggi, gendut dll yang orang itu dikenal dengan sifat tersebut dan tujuannya untuk mengenalkannya bukan untuk menghinanya, adapun jika tujuannya untuk menghinanya maka hukumnya haram dan termasuk ghibah.

Keenam: Boleh menyebutkan keburukan orang yang terang-terangan melakukan kemaksiatan atau bid’ah agar orang lain berhati-hati dan waspada terhadapnya.

Abu Layla Turahmin, M.H.
Masjid Bin Baz Pusat
Rabu, 12 Februari 2025
13.00-13.32

Tinggalkan komentar