Lanjutan Tauhid

170 Pembaca

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (الأنعام:151)

Artinya:” Katakanlah (wahai muhammad): “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (Qs:Al-An’am:151)

Penjelasan ayat

Allah subhanahu wata’ala memerintah nabi-Nya muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam supaya mengajak para penentang dakwah untuk mendengarkan dengan baik apa yang akan beliau sampaikan secara rinci berupa tulisan-tulisan yang berkaitan dengan dakwah ini dan kaidah-kaidah yang yang tsabit dan mulia, beliau shollallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan sebagiannya di dalam ayat ini dan (ayat-ayat) setelahnya.

Karena kesyirikan itu bisa menghapuskan semua amal sholih, maka Allah menyebutkan hak-hak tersebut yang di awali dengan memperingatkan dari perbuatan syirik, kemudian perintah berbakti kepada kedua orang tua,dan melarang membunuh anak keturunan karena membunuh keturunan adalah merupakan kebodohan seseorang dan bisa memunahkan keberlangsungan generasinya dan bisa menghilangkan rasa kasih sayang, maka Allah subahanahu wata’ala menyebutkan penyebab utama seseorang membunuk anaknya pada masa jahiliyah adalah karena takut miskin. Selain itu membunuh jiwa tanpa alasan yang benar adalah haram apapun alasannya, karena sebab utama seseorang membunuh anaknya adalah rasa takut miskan maka Allah subahanahu wata’ala (menyebutkan) bahwa Dialah yang akan menjamin rizki mereka dan rizki anak-anaknya sekaligus, kemudian Allah subhanahu wata’ala melarang semua jenis perbuatan maksiat yang bisa di lihat oleh orang lain maupun perbuatan maksiat yang tersembunyi. Di sebabkan karena membunuh jiwa tanpa hak itu bisa merusak tatanan masyarakat dan bisa menimbulkan kekacauan, kerusakan, tuntutan pembalasan dan balas dendam maka Allah subhanahu wata’ala mengkhususkan larangan tersebut setelah menyebutkan larangan perbuatan keji secara global, kemudian Allah subhanahu wata’ala larangan tersebut dengan menggunakan lafadz wasiat agar kita mau memikirkan dan mengamalkannya.

Mutiara ayat

  1. Syirik adalah dosa paling besar dan tidak akan benar (diterima) sebuah amalan jika di sertai dengan syirik.
  2. Wajib berbakti kepada kedua orang tua.
  3. Haram hukumnya membunuh anak-anak dan termasuk membunuhnya adalah menggugurkan kandungan ketika usia kandungan itu telah mencapai usia empat puluh hari sejak masa awal kehamilan.
  4. Allah subhanahu wata’ala yang menjamin rizki semua makhluk-Nya.
  5. Membatasi kehamilan karena takut miskin adalah termasuk perbuatan jahiliyah.
  6. Haramnya perbuatan keji dan apa saja yang bisa menyebabkan perbuatan keji itu.
  7. Haram membunuh jiwa yang di haramkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.
  8. Allah subahanahu wata’ala tidak merinci maksud  al-hak (alasan yang benar untuk membunuh seseorang) di dalam ayat ini, dan nabi shollallahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan sesuatu yang termasuk dari al-hak itu (alasan yang di benarkan untuk membunuh seseorang ) dalam hadis shohih diantaranya perbuatan zina setelah menikah, kafir setelah beriman dan orang yang membunuh orang lain tanpa hak.

Hubungan ayat dengan tauhid

Ayat ini menunjukkan haramnya perbuatan syirik dan segala macam jenisnya.

وعن معاذ بن جبل (رضي الله عنه)؛ قال: كنت رديف النبي على حمار، فقال لي: «يا معاذ! أتدري ما حق الله على العباد، وما حق العباد على الله؟». قلت: الله ورسوله أعلم. قال: «حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئًا وحق العباد على الله أن لايعذب من لا يشرك به شيئا, قلت يا رسول الله أفلا أبشر الناس, قال لا تباشرهم فيتقلوا)). أخرجاه في الصحيحين

            Artinya:”Dari mu’adz bin jabal rodhiyallahu ‘anhu berkata:”Aku di boncengkan oleh nabi shollallahu ‘alaihi wasallam di atas seekor keledai”. Lalu beliau bersabda:” Wahai mu’adz! Tahukah kamu apa hak Allah atas para hamba-Nya dah apa hak hamba atas Allah?” aku menjawab:”Allah dan rosul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda:”Hak Allah atas para hamba-Nya adalah agar mereka tdak beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan mengazab orang yang tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatupun”. Aku berkata:” Wahai Rosulallah bolehkah aku menghabarkan berita gembira ini kepada manusia?” beliau menjawab:”Jangan kamu kabarkan berita gembira ini kepada mereka karena nanti mereka akan bersandar (dengan berita ini)”. Hr: Bukhori dan muslim.

Penjelasan hadis

Muadz bin Jabal rodhiyallahu ‘anhu mengabarkan kepada kita bahwa pada suatu hari beliau diboncengkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam di atas seekor keledai, lalu Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam ingin menyampaikan ilmu yang sangat mulia kepadanya secara khusus, beliau shollallahu ‘alaihi wasallam mengunakan metode tanya jawab ketika ingin menyampaikan ilmu tersebut kepada Muadz,supaya Muadz lebih memperhatikan (apa yang akan beliau shollallahu ‘alaihi wasallam sampaikan kepadanya). Dan  Muadz tidak mau berlaku lancang terhadap Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam dengan menjawap pertanyaan yang tidak ia ketahui jawabannya, lalu beliau menjelaskan kepada Muadz dua buah hakikat yang sangat penting yaitu apa yang di wajibkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-hamba-nya yang mukallaf dan apa yang Dia wajibkan atas diri-Nya sendiri bagi hamba-hamba-Nya sebagai nikmat dan karunia kepada mereka. Tatkala Muadz merasa sangat ingin sekali menyampaikan berita gembira yang bisa menyenangkan hati kaum muslimin, beliau meminta ijin kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam untuk menyebarkan  berita gembira itu akan tetapi beliau melarangnya karena beliau merasa khawatir mereka akan bersandar dengan berita ini dan meninggalkan berlomba-lomba dalam mengerjakan amal sholih yang bisa mengurangi kejelekan-kejelekan mereka dan bisa mengangkat derajatnya, akan tetapi akhirnya (di akhir hayatnya) Muadz radhiyallahu ‘anhu menghabarkan berita gembira itu, demi melepaskankan diri dari dosa menyembunykan ilmu. Dan orang-orang yang berakal tentu bisa memahami peringatan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya agar tidak bersandar dengan berita itu. Dari perkataan beliau:”sehingga mereka akan bersandar (kepadanya).

Mutiara hadis

  1. Bolehnya memboncengkan seseorang di atas binatang tunggangan selama tidak memberatkanya.
  2. Tawadhu’nya Nabi shollallahu’alaihi wasallam.
  3. Keringat keledai adalah suci.
  4. Keutamaan Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu.
  5. Metode tanya jawab dalam pembelajaran adalah metode dalam islam
  6. Haram membicarakan sesuatu bagi orang yang tidak mengetahuinya
  7. Hak pertama bagi Allah subahanahu wa ta’ala atas hamba-hamba-Nya adalah di esakan dalam peribadatan
  8. Cara menggabungkan hadis ini dengan hadis yang menjelaskan tentang ancaman bagi orang yang menyembunyikan ilmu yaitu hadis, “Barang siapa yang di tanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya maka akan dikalungkan di lehernya tali dari api neraka”. adalah hadis tentang di kalungkannya tali dari api neraka bagi orang yang menyembunyikan ilmu adalah haramnya menyembunyikan ilmu secara umum sedangkan hadis ini adalah menunjukkan bolehnya menyembunyikan ilmu apabila, jika ilmu itu di sampaikan akan bisa menimbulkan mudhorot atau bahaya.

Hubungan hadis ini dengan tauhid

Hadis ini menunjukkan bahwa hak Allah atas para hamba-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mensekutukan-Nya.

Diterjemahkan dari kitab Al-Jadid Syarah Kitab Tauhid

Abu Layla Turahmin.

Tinggalkan komentar