Hukum melihat wanita ada tujuh macam:
Pertama: Melihat badan wanita asing (bukan mahram).
Tidak boleh hukumnya laki-laki baligh dan berakal melihat badan wanita asing (bukan mahram/wanita yang boleh dinikahi) dengan sengaja tanpa ada kebutuhan mendesak, adapun melihat wajah dan kedua telapak tangannya jik dikhawatirkan menimbulkan fitnah hukumnya haram.
Kedua: Melihat badan istri dan budak perempuannya
Boleh hukumnya seorang laki-laki melihat badan istri dan budak perempuannya yang halal dinikmati (digauli) semasa hidupnya di bagian mana pun selain farji (kemaluan)nya karena melihat kemaluannya tanpa kebutuhan (mendesak) hukumnya makruh.
Faidah: Boleh hukumnya seorang laki-laki melihat dubur istrinya.
Ketiga: Melihat wanita yang menjadi mahramnya atau menjadi budaknya
Boleh hukumnya seorang laki-laki melihat wanita yang menjadi mahramnya atau budaknya yang sudah menikah tanpa syahwat selain di bagian yang ada di antara pusar dan lutunya.
وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ. سورة النور: 31
“Janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka,” QS: an-Nur: 31.
وما رواه أبو داود وغيره قال رسول الله ﷺ، وإذا زوج أحدكم خادمه عبده أو أجيره، فلا ينظر إلى ما دون السرة وفوق الركبة
Hadis riwayat Abu Dawud dan selainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menikahkan budak perempuannya dengan budak laki-lakinya atau pekerjanya maka janganlah melihat apa yang ada di antara pusar dan lututnya.”
Faidah: Imam Zarkasyi menyebutkan, seorang wanita tidak boleh melihat aurat suaminya jika suami melarangnya. berbeda dengan sebaliknya (suami boleh melihat aurat istrinya meskipun istri melarangnya) karena suami memiliki hak untuk menikmatinya, berbeda dengan sebaliknya.
Keempat: Melihat wanita yang ingin dipinang
Boleh hukumnya seorang laki-laki melihat wanita yang ingin dipinang untuk dinikahi bahkan disunahkan untuk hanya melihat wajah dan kedua telapak tangannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada seorang laki-laki yang hendak menikahi seorang wanita, “Apakah kamu sudah melihatnya?” laki-laki itu berkata, “Tidak.” lalu beliau bersabda, “Pergilah kemudian lihatlah dia.” HR: Muslim dan selainnya.
Faidah: Boleh hukumnya seorang laki-laki melihat wajah dan telapak tangan wanita yang ingin dinikahinya meskipun dengan syahwat, dia juga boleh melihat secara berulang-ulang jika dibutuhkan, supaya bisa mengetahui dengan jelas keadaannya agar tidak menyesal dikemudian hari setelah menikahinya.
Hikmah dibatasi hanya boleh melihat wajah dan kedua telapak tangannya adalah karena wajah menunjukkan kecantikannya dan telapak tangan menunjukkan kesuburan badannya.
Kelima: Melihat wanita untuk pengobatan
Boleh hukumnya seorang dokter melihat badan wanita di bagian yang sakit (untuk pengobatan) meskipun di bagian kemaluannya karena darurat. Sebab melarang hal tersebut akan menimbulkan kesulitan (untuk pengobatan), dengan syarat dokter tersebut tsiqoh (dapat dipercaya) dengan didampingi mahram wanita tersebut.
Keenam: Melihat wanita untuk syahadah (bukti)
Boleh hukumnya melihat bagian tubuh wanita yang bagian itu perlu dilihat untuk menunjukkan bukti persaksian (seperti saksi atas perbuatan zina, kelahiran atau susuan) karena termasuk kondisi darurat.
Demikian juga boleh melihat wanita untuk bermuamalah, seperti jual beli, karena ketika jual beli harus diketahui siapa yang menjadi partner transaksi jual beli tersebut. Bagian yang boleh dilihat ketika bermuamalah dengan seorang wanita adalah wajahnya jika aman dari fitnah dan tidak menimbulkan syahwat kepadanya.
Ketujuh: Melihat budak wanita yang ingin dibeli. Boleh hukumnya melihat budak perempuan yang ingin dibeli pada bagian yang dibutuhkan selain bagian yang ada di antara pusar dan lutut.
Faidah
Di sini ada beberapa masalah yang tidak disebutkan penyusun (penulis matan Abu Syuja’ ini), di antaranya adalah hukum seorang wanita melihat mahram-mahramnya, laki-laki melihat laki-laki lain atau bahkan hukum seorang laki-laki menggaruk paha laki-laki lain dengan dialasi (kain) penghalang dan aman dari fitnah, diambil dari sini hukum bolehnya bersalaman dengan wanita yang bukan mahram dengan menggunakan alas (kain) ketika aman dari fitnah, demikian juga hukum seorang wanita melihat wanita lain.
Faidah
Ketika dilarang melihat berarti dilarang pula menyentuh, karena menyentuh lebih bisa menikmati (daripada sekedar melihat) dan lebih mudah menimbulkab syahwat.
Faidah
Disunahkan antara laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan bersalaman, makruh hukumnya saling berpelukan, dan mencium kepala, kecuali bagi orang yang baru datang dari perjalanan jauh atau orang yang jarang bertemu, disunahkan mencium tangan orang yang masih hidup karena kesalihan, keilmuan dan kezuhudannya, dan disunahkan berdiri untuk menyambut orang yang memiliki kemuliaan sebagai bentuk penghormatan kepadanya bukan karena riya’ atau pengagungan (yang berlebihan).
Faidah
Suara seorang wanita bukan aurat, sehingga tidak haram mendengarkannya jika memang tidak takut menimbulkan fitnah, namun jika takut menimbulkan fitnah hukum mendengar suara wanita haram, demikian juga haram hukumnya menikmati suara wanita dengan cara mendengarkannya, berdasarkan apa yang telah dibahas oleh Imam Zarkasyi.
Abu Layla Turahmin, M.H.
Rabu, 10 Juli 2024. 14.35.
Sumber Kitab al-Imta’ bi syarhi matni Abi Syuja’ fil fiqhisy syafi’iyyah, hal: 300-301