Apakah darah haid itu najis?

35 Pembaca

Pertanyaan

Apakah darah haid itu najis dan bagaimana cara mencucinya?

Jawaban

Iya benar, darah haid itu najis dan cara mencucinya dengan mengucek/menggosok bagian pakaian yang terkena darah tersebut kemudian pakaian tersebut dicuci semua.

Berdasarkan hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berikut ini akan saya bawakan hadis-hadis yang menjelaskan tentang najisnya darah haid dan sekaligus cara membersihkannya jika darah tersebut mengenai pakaian:

Hadis Pertama

عن أبي هريرة: أن خولة بنت يسار أتت النبي صلى الله عليه وسلم، فقالت: يا رسول الله! إنه ليس لي إلا ثوب واحد، وأنا أحيض فيه، فكيف أصنع؟” قال: إذا طهرت فاغسليه، ثم صلي فيه، فقالت: فإن لم يخرج الدم؟ قال: يكفيك الماء ولا يضرك أثره. أخرجه أبو داود (1/ 141 – 142- بشرح العون) وأحمد (2/ 380). ورواه البيهقي في ” السنن ” (2/ 408) من طريق عثمان بن صالح حدثنا ابن لهيعة: حدثني يزيد ابن أبي حبيب به.

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Said, telah memberitahukan kepada kami Ibnu Lahi’ah dari Yazid bin Abu Habib dari Isa bin Thalhah dari Abu Hurairah: “Khaulah binti Yasar menghadap Nabi, lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya saya hanya memiliki satu buah baju, dan (sekarang) saya mengalami haid (dengan mengenakan baju tersebut), apa yang harus saya lakukan?’ Beliau menjawab: ‘Apabila kamu sudah suci maka cucilah bagian (pakaianmu) yang terkena (darah haid itu, kemudian shalatlah dengan mengenakan pakaian itu’. Dia bertanya lagi: ‘Bagaimana jika bekas darahnya tidak hilang?’ Beliau menjawab: ‘Cukuplah air itu untuk mencucinya, dan bekasanya tidak memudharatkan shalamu (shalat tetap sah)’.” HR: Abu Dawud, Ahmad dan Baihaqi.

Hadis Kedua

عن أبي سلمة ابن عبد الرحمن عن خولة بنت يمان قالت: قلت: يا رسول الله، إني أحيض، وليس لي إلا ثوب واحد، فيصيبه الدم. قال: اغسليه وصلي فيه. قلت: يا رسول الله، يبقى أثره. قال: لا يضر. وأخرجه ابن منده في ” المعرفه ” (2/ 321 / 2) وابن سيد الناس في ” شرح الترمذي ” (1/ 48 / 2).

Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Khaulah binti Yaman berkata, “Aku bertanya (kepada Rasulullah ﷺ), ‘Wahai Rasulullah saya mengalami haid namun saya hanya memiliki satu lembar pakaian dan pakaian itu terkena darah haid,’ Rasulullah menjawab, ‘Cucilah pakaian itu kemudian shalatlah dengan menggunakannya’. Aku bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah bekasnya masih ada’. Beliau bersabda, ‘tidak mengapa’.” HR: Ibnu Mandah dalm kitab Ma’rifat 2/321/2, dan Ibnu Sayyidinnas dalam kitab Syarah Turmudzi 1/48/2.

Hadis Ketiga

عن عائشة قالت:” إذا غسلت المرأة الدم فلم يذهب فلتغيره بصفرة ورس أو زعفران ” أخرجه الدارمي (1/ 238) وسكت عليه الحافظ (13) وسنده صحيح على شرط الشيخين.

Dari Aisyah berkata, “Jika seorang wanita mencuci pakaian yang terkena darah haid kemudian (bekas darahnya tidak hilang) maka hendaknya dia menyamarkannya dengan menggunakan shafratu warsi (minyak wangi yang berwarna kuning) atau dengan menggunakan za’faron.” HR: Ad-Darimi, 1/238, sakata anhu al-Hafidz (13) dan sanadnya shahih sesuai syarat Imam Bukhori dan Muslim.

Hadis Keempat

عن أسماء بنت أبي بكر قالت: ” سمعت امرأة تسأل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ثوبها إذا طهرت من محيضها كيف تصنع به؟ قال: إن رأيت فيه دما فحكيه، ثم اقرصيه بماء، ثم انضحي في سائره فصلي فيه”. أخرجه أبو داود (385) والدارمي (1/ 239) والسياق له والبيهقي (2/ 406) وسنده حسن.

Dari Fatimah binti Mundzir dari Asma’ binti Abu Bakar dia berkata, “Saya telah mendengar seorang Wanita bertanya kepada Rasulullah tentang pakaian (yang dikenakan ketika haid) jika telah suci dari haidnya, apa yang mesti dilakukan? Beliau menjawab, ‘Jika kamu melihat ada darah (di pakaian itu), maka keriklah (darah itu), kemudian gosoklah dengan air, lalu cucilah seluruh pakaian itu dengan air, kemudian shalatlah dengan menggunakan pakaian tersebut’.” HR: Abu Dawud, 325, Darimi, 1/239, konteks hadis ini miliknya, dan Baihaqi, 2/406. Sanad hadis ini shahih.

Peringatan

Dalam riwayat hadis ini terdapat tambahan kalimat “Kemudian cucilah seluruh pakaian itu” yang dimaksud kalimat tersebut bukan hanya mencuci bagian pakaian yang terkena darah saja tapi seluruh bagian dari pakaian itu. Penguat hadis tersebut adalah hadis Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata, “Dahulu jika salah seorang di antara kami haid dia menggosok pakaian yang terkena darah tersebut (dengan air) setelah suci, kemudian mencuci dan menyiram seluruh pakaian itu, lalu shalat dengan pakaian tersebut. HR: Bukhari 3/326. Ibnu Majah 1/217 dan Baihaqi 2/406-407.

Penjelasan Hadis

Dhahir hadis tersebut sebagaimana hadis sebelumnya menunjukkan bahwa mencuci pakaian yang terkena darah haid cukup dengan menggunakan air saja tidak wajib menggunakan alat pembersih seperti daun bidara, sabun dan lain-lain, tapi di sana ada dalil lain yang menunjukkan wajibnya menggunakan pembersih tersebut, seperti hadis berikut ini,

Hadis Kelima

عن عدي بن دينار قال: سمعت أم قيس بنت محصن تقول: “سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن دم الحيض يكون في الثوب؟ قال: حكيه بضلع واغسليه بماء وسدر”. أخرجه أبو داود (1/ 41 – بشرح عون المعبود) والنسائي (1/ 69) والدارمي (1/ 239) وابن ماجه (1/ 217) وابن حبان في ” صحيحه” (235) والبيهقي (2/ 407) وأحمد (6/ 355، 356).

Dari Adi bin Dinar barkata, Aku mendengare Qois binti Muhson berkata, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah tentang darah haid yang mengenai pakaian? Beliau menjawab, ‘Gosoklah dengan menggunakan dhil’in dan cucilah dengan menggunakan air dan daun bidara’.” HR: Abu Dawud 1/41 Syarah Aunul Ma’bud, Nasai 1/69, Ibnu Majah 1/217, Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya 235, Baihaqi 2/407 dan Ahmad 6/355-356.

Penjelasan Hadis

Ibnul A’robi berkata, Dhil’un adalah dahan kayu yang bengkok.

Al-Azhari maksud dari Dhil’un dan dia menambahkan darai Lits, berkata, “Asalnya yang dimaksud adalah tulang rusuk hewan kemudian kalimat tersebut digunakan untuk menamai dahan kayu yang bengkok yang menyerupainya.”

Faidah yang dapat dipetik dari hadis ini:

Pertama: Najis hanya bisa dihilangkan dengan air bukan dengan cairan lain, karena semua Najis itu sama seperti darah haid, tidak ada bedanya berdasarkan kesepakatan (para ulama). Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama sementara Imam Abu Hanifah berpendapat boleh menyucikan Najis dengan menggunakan semua jenis cairan yang suci.

Imam Syaukani berkata, “Yang benar asalnya mensucikan najis dengan menggunakan air karena memang air berfungsi untuk menyucikan Najis berdasarkan kitab dan sunah, sifat menyucikan mutlak tanpa dikaitkan dengan lainnya, tapi pendapat yang menetapkan bahwa menyucikan Najis tidak bisa dengan selain air ini tertolak dengan hadis tentang mengusap Sepatu dan mengerik air mani (dipakaian) dan menghilangkannya dengan idkhir, dan yang lainnya banyak, pendapat yang Tengah-tengah dalam masalah ini adalah dikatakan, masing-masing Najis yang terdapat dalam nash itu bisa disucikan denga napa yang terdapat dalam nash tersebut, tapi jika jenis najis tersebut tidak dapat disucikan kecuali dengan air maka tidak boleh diganti dengan sesuatu yang lain karena keistimewaan khusus yang terdapat dalam air tersebut tidak ada pada sesuatu yang lainnya. Tapi jika sesuatu yang digunakan untuk menyucikan itu bukan air maka boleh diganti dengan air.  

Demikian penjelasan hukum darah haid dan bagaimana cara membersihkan pakaian yang terkena darah tersebut, semoga bermanfaat dan dijadikan sebagai pemberat timbangan kebaikan di akhirat kelak.

Abu Layla Turahmin, M.H.

Ahkamun Nisa’ Diringkas dari kitab-kitab Syaikh al-Albani. Penulis, Abu Malik Muhammad bin Abdul Malik. Cetakan Pertama, 1428H/2007 M. Halaman, 7-20.

Tinggalkan komentar