UMAT ISLAM UMAT PERTENGAHAN

7 Pembaca

Fawaid Akidah Wasithiyah

Dr. Abdullah Bawadi

Umat Islam adalah umat yang wasathiyah (pertengahan di antara umat-umat terdahulu).

Makna wasathiyah

Wasathiyah memiliki tiga makna yaitu

1. Adil dan ‘adalah

قَالَ اَوْسَطُهُمْ اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُوْنَ. سورة القلم: 28

Seorang yang paling bijak di antara mereka berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?” QS: al-Qalam: 28.

2. Al-khairiyah (kebaikan)

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ. سورة آل عمران: 110

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. QS: Ali Imran: 110.

3. Pertengahan di antara dua hal

الإعتدال بين الغلو والجفاء، بين الإفراط والتفريط

Maksudnya adalah pertengahan di antara ghuluw (berlebihan) dan jafa’ (menyepelekan), antara berlebihan dan meremahkan.

الوسطية يعني التوازن والإعتدال بين الإفراط والتفريط وبين الغلو والجفاء

Wasathiyah artinya seimbang di antara berlebihan dan menyepelekan dan di antara berlebihan dan meremehkan.

Umat Islam umat pertengahan antara Yahudi dan Nasrani dalam masalah kenabian, asma dan sifat Allah, dalam muamalah dan dalam ibadah.

Ahlussunnah wal jama’ah pertengahan di antara kelompok-kelompok yang menyimpang.

Inti kelompok-kelompok yang menyimpang ada lima yaitu: Khawarij, Syi’ah, Qadariyah, Jahmiyah dan Mutakallimin.

Perbedaan Ahlussunnah dan kelompok-kelompok menyimpang terdapat pada lima inti:
Sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala, qadha dan qadar, ancaman azab, nama iman dan din, sahabat dan ahlul bait.

Ahlussunnah dalam masalah sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala ada di tengah di antara mu’athilah dan jahmiyah, mumatsilah dan musyabbihah.

Mu’athilah dari kata ta’thil yang artinya meniadakan dan mengingkari sifat-sifat dan nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala.

Dalam bahasa Arab ‘athala artinya meninggalkan, seperti ‘athala zatallah artinya mengingkari adanya zat Allah subhanahu wa ta’ala.

Setiap kelompok yang mengingkari sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala dan nama-namanya disebut mu’athilah.

Ta’thil ada dua yaitu meniadakan secara keseluruhan dan meniadakan hanya sebagian.

Kelompok yang meniadakan nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala secara keseluruhan adalah Jahmiyah sedangkan yang meniadakan sebagian dan menetapkan sebagian nama-nama dan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala adalah Mu’tazilah, Asya’irah dan Maturidiyah.

Mu’tazilah menetapkan nama tapi menafikan sifat Allah subhanahu wa ta’ala.

Jahmiyah dinisbahkan kepada Jahm bin Shafwan orang yang pertama mengingkari nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala dan Jahm bin Shafwan mengambil ilmunya dari Ja’d bin Dirham.

Kelompok tersebut dinisbahkan kepada Jahm bin Shafwan bukan kepada Ja’d bin Dirham padahal Ja’d bin Dirham sebagai pencetusnya, hak itu disebabkan karena Jahm bin Shafwan yang menyebarkan pemahaman ini.

Mumatsilah kebalikan dari mu’athilah mereka menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala tapi kebeblasan hingga menyerupakan Allah subhanahu wa ta’ala dengan makhluk-Nya.

Ahlussunnah ada di tengah-tengah di antara mereka, Ahlussunnah menetapkan nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala dan sifat-sifat-Nya tanpa menyamakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya.

Ahlussunnah wal jama’ah pertengahan dalam masalah qadha dan qadar di antara Qadariyah dan Jabariyah.

Ahlussunnah wal jama’ah dalam masalah perbuatan hamba di tengah-tengah antara Jabariyah dan Qadariyah.

Jika seorang hamba melakukan shalat, puasa, zakat, haji atau perbuatan maksiat seperti, mencuri, merampas, memukul, berzina dll maka perbuatan itu dilakukan atas kehendaknya sendiri tanpa paksaan dan bukan Allah yang memaksanya yang mau tidak mau dia harus melakukannya, meskipun demikian semua perbuatan manusia tetap berada dibawah kehendak-Nya.

Jabariyah berpendapat bahwa semua perbuatan manusia ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan mereka tidak memiliki pilihan kehendak artinya manusia dipaksa/digerakkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak memiliki kemampuan untuk menolaknya, baik perbuatan itu perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk, semua digerakkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, ibaratnya masnusia itu seperti wayang yang bergerak karena digerakkan sang dalang. Mereka menafikan qudrah atau kemampuan manusia untuk memilih, ibarat lain manusia itu seperti bulu yang bergerak karena digerakkan angin atau seperti mayat yang bergerak karena digerakkan.

Sedangkan Qadariyah berpendapat bahwa manusia penentu segala geak-geriknya sendiri tanpa campur tangan Allah subhanahu wa ta’ala, mereka meniadakan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala dalam semua perbuatan yang dilakukan manusia. Mereka juga berpendapat bahwa kemampuan manusia sama sekali tidak ada hubungannya dengan qudrah Allah subhanahu wa ta’ala, manusialah yang membuat perbuatan mereka sendiri bahkan mereka ada yang sampai pada tingkatan paling ektrim yaitu Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengetahui apa yang akan dilakukan manusia dan Allah subhanahu wa ta’ala mengetahuinya setelah mereka melakukannya.

Ahlussunnah menetapkan qadha (ketentuan) Allah subhanahu wa ta’ala dan menetapkan qudrah (kemampuan) manusia dan kemampuan manusia untuk memilih apa yang ingin mereka lakukan.

Manusia melakukan perbuatan-perbuatan-Nya atas kehendaknya sendiri tapi kehendaknya tidak lepas dari qadha dan qadar Allah subhanahu wa ta’ala, manusia bisa melakukan apa yang ingin dilakukan jika Allah subhanahu wa ta’ala menghendakinya.

وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ. سورة التكوير: 29

Kamu tidak dapat berkehendak, kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. QS: At-Takwir: 29.

Ya Allah jadikanlah tulisan kutulis ini ikhlas karena Engaku dan bermanfaat bagi umat dan lindungilah hambamu ini dan seluruh kaum muslimin dari keburukan di dunia maupun di akhirat.

Abu Layla Turahmin, M.H.

Bantul, DIY, Kamis, 14 Agustus 2015. 19.20.

Tinggalkan komentar