# Mandhumah Qowaid Fiqih Syaikh As-sa’di Syarah 7 “Maslahat dan kedudukannya dalam Islam” #

11 Pembaca

الدِّيْنُ مَبْنِيُّ عَلَى الْمَصَالِحِ

فِي جَلْبِهَا وَالدَّرْءِ لِلْقَبَائِحِ

Agama dibangun di atas kemaslahatan

Untuk mendapatkannya dan untuk menolak keburukan

Kaidah ini merupakan kaidah yang agung dan umum yang seluruh ajaran agama Islam masuk ke dalam nya. Semua ajaran Islam tujuannya adalah untuk meraih kemasalahatan agama, dunia dan akhirat serta untuk menghilangkan mudharat dalam agama, dunia dan juga akhirat juga. Tidaklah Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan sesuatu kecuali perintah-Nya itu mengandung kemaslahatan yang sangat besar yang tidak bisa digambarkan besarnya kemaslahatan itu, demikian juga ketika Allah subhanahu wa ta’ala melarang sesuatu, larangan tersebut pasti mengandung kerusakan yang kerusakan itu tidak bisa digambarkan besarnya.

Perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang paling agung adalah tauhid, yang maknanya mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam peribadahan, tauhid ini mengandung fungsi untuk meluruskan, melapangkan, menyinari dan menentramkan hati, serta untuk menghilangkan kotoran-kotorannya, dalam tauhid juga terdapat fungsi untuk mendatangkan kemaslahatan bagi badan, dunia, dan akhirat.

Larangan Allah subhanahu wa ta’ala yang paling besar adalah menyekutukan-Nya dalam peribadahan, Karena kesyirikan ini sangat merusak serta membahayakan hati, badan, dunia dan akhirat seseorang.

Setiap kebaikan yang diperoleh di dunia ini dan di akhirat kelak merupakan buah dari tauhid sedangkan setiap keburukan di dunia dan di akhirat merupakan buah dari kesyirikan.

Perkara lain yang diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala adalah shalat, zakat, puasa, dan haji. shalat berfungsi untuk melapangkan hati, menyinarinya dan untuk menghilangkan kesedihan dan kegundahan hati, untuk membuat badan menjadi semangat dan ringan, untuk memancarkan cahaya di wajah, meluaskan rizki, dan untuk menumbuhkan rasa cinta di antara sesama kaum mukminin.

Zakat, sedekah dan bentuk-bentuk kebaikan lain berfungsi untuk membersihkan dan menyucikan jiwa, untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada di dalamnya, untuk memenuhi kebutuhan saudara sesama muslim, dan untuk menambah keberkahan pada hartanya sekaligus untuk menambah jumlah harta yang dimilikinya. serta amalan ini akan mendatangkan pahala yang sangat besar di sisi Allah subhanahu wa ta’ala kelak yang tidak bisa digambarkan seberapa besarnya pahala itu, dan yang paling paling penting adalah mendapat ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala dan dijauhkan dari murkanya.

Demikian juga diyariatkan bagi hamba untuk beribadah dalam satu tempat secara bersama-sama, seperti shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Ied, berhaji, berkumpul untuk berdzikir, dan menuntut ilmu yang bermanfaat, yang dalam kebersamaan itu akan menumbuhkan rasa kasih sayang, sambung rasa, tidak saling memutuskan, hilang rasa dengki, menumbuhkan rasa benci setan karena setan tidak suka jika kaum muslimin bersatu dalam kebaikan, berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, saling memberikan contoh kebaikan antara yang satu dengan yang lainnya, saling mengajarkan dan saling belajar kebaikan, dan juga akan memperoleh pahala yang sangat banyak yang tidak bisa diperoleh secara sendirian, serta hikmah-hikmah lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Allah subhanahu wa ta’ala memperbolehkan jual beli dan akad yang mubah, karena keduanya mengandung keadailan dan sangat dibutuhkan oleh manusia.

Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan riba dan akad yang rusak, karena keduanya mengandung kedzaliman dan kerusakan serta tidak dibutuhkan manusia.

Allah subhanahu wa ta’ala membolehkan perkara-perkara yang baik dari makanan, minuman, pakaian dan pernikahan, karena perkara-perkara tersebut mengandung kemaslahatan bagi umat manusia, sangat dibutuhkan oleh mereka dan tidak ada kerusakan di dalamnya.

Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan perkara-perkara yang buruk dari makanan, minuman, pakaian, dan pernikahan, karena di dalamnya terdapat kotoran dan bahaya untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Alasan pengharamannya adalah untuk menjaga dan memelihara umat manusia dari keburukan bukan karena Allah subhanahu wa ta’ala pelit terhadap mereka, tapi justru ini merupakan rahmat-Nya bagi mereka, sebagaimana halnya pemberian itu merupakan rahmat demikian juga larangan. Seperti ketika Allah subahnahu wa ta’ala menurunkan hujan kepada mereka sesuai kebutuhan mereka itu merupakan rahmat darinya, kalau diturunkan hujan melebihi kebutuhan yang mereka perlukan dapat menimbulkan bencana maka ketika Allah tidak menurunkan hujan secara berlebih juga merupakan rahmat dari-Nya.

Kesimpulan: Perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala merupakan makanan pokok dan suplemen bagi hati sedangkan larangan-larangan Allah merupakan racun yang mematikan hati jika dilanggar.

Demikan juga dengan warisan, wakaf, wasiat dan yang semakna dengan itu, semuanya mengandung maslahat dan kebaikan yang sangat banyak, yang tidak mungkin hukum dan kemaslahatan-kemaslahatannya itu dibahas hanya dalam satu bab dari bab-bab ilmu, apalagi secara keseluruhan, tentu tidaklah mungkin.

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Apabila kamu mau memperhatihan hikmah yang tak terbatas dari agama yang lurus, millah yang lempeng dan syariat Muhammadiyah ini, yang kesempurnaannya itu tidak mungkin diungkapkan dengan untaian kata-kata, yang keindahannya tidak mungkin dapat digambarkan seberapa hebat keindahannya, dan yang tidak mungkin digali oleh orang yang memiliki kecerdasan sehebat apapun kecerdasannya -walupun seluruh kehebatan kecerdasan orang-orang yang terhebat kecerdasannya berkumpul dalam akal seseorang- hikmah syariat ini masih jauh diatasnya.

Cukuplah akal yang sempurna dan yang paling istimewa mengetahui dan menyaksikan keindahannya bahwa tidak ada satupun syariat yang datang ke alam semesta ini yang lebih sempurna, lebih agung dan lebih mulia dari pada agama ini. di alam semesta ini ada yang bersaksi, dan ada yang disaksikan, ada hujjah dan ada yang dijadikan hujjah, ada dalil dan ada juga bukti. Seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mendatangkan bukti-bukti kebenaran hikmah dari syariat ini maka cukuplah sebagai bukti dan saksi tentang kesempurnaan hikmat tersebut adalah agama ini berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala, semua menjadi saksi untuk Allah subhanahu wa ta’ala atas kesempurnaan, ilmu, hikmah, luasnya rahmat, kebaikan dan ihsan Allah subhanahu wa ta’ala, Allah subhanahu wa ta’ala meliputi segala pergata ghaib, yang tampak, dan Allah subhanahu wa ta’ala juga mengetahui permulaan dan akhir dari segala sesuatu, dan syari’at ini merupakan nikmat Allah terbesar yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya.

Tidak ada nikmat yang lebih mulia yang diberikan kepada mereka melibihi nikmat hidayah yang dianugerahkan kepada mereka, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan mereka termasuk pemeluknya, mereka ridha dengan syariat itu dan Allah subhanahu wa ta’ala pun ridha syariat itu untuk mereka, sebagaimana firman-Nya,

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ. سورة آل عمران: 164

Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab Suci (Al-Qur’an) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata. QS: Ali Imran: 164.

Kemudian Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah membahas lebih dalam lagi pembahasan ini dalam kitabnya Mafatih Dar Dar Sa’adah: 2/308.

Abu Layla Turahmin, M.H.

Tinggalkan komentar