# Mandhumah Qowaid Fiqih Syaikh As-sa’di Syarah 18 “Hukum Melakukan Perbuatan Karena Kekeliruan, Paksaan dan Karena Lupa” #

9 Pembaca

وَالْخَطَاُ وَالإِكْرَاهُ وَالنِّسْيَانُ

أَسْقَطَهُ مَعْبُوْدُنَا الرَّحْماَنُ

لَكِنْ مَعَ الْإِتْلَافِ يَثْبُتُ الْبَدَلُ

وَيَنْتَفِي التَّأْثِيْمُ وَالزَّلَلُ

(Perbuatan yang dilakukan) karena kekeliruan, paksaan, atau lupa

Digugurkan (dosanya) oleh sesembahan kita yang maha pemurah

Tapi jika sampai menimbulkan kerusakan wajib menggantinya

Dan terhapus dosa dan kesalahan itu

Penjelasan:

Semua yang disebutkan dalam bait di atas merupakan kemurahan, kebaikan dan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-hamba-Nya.

Ketika Allah subhanahu wa ta’ala menyampaikan perintah-perintah-Nya kepada hamba-hamba-Nya tujuannya agar mereka mengerjakan perintah-perintah itu dan ketika menetapkan larangan-larangan-Nya kepada meraka agar mereka menjauhinya.

Tetapi apabila terjadi kekurangan dari mereka dalam melaksanakan perintah atau justru mereka melakukan perkara-perkara yang dilarang disebabkan karena lupa, keliru, atau karena dipaksa maka Allah subhanahu wa ta’ala memaafkan dan memberi toleransi kepada mereka. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam,

عُفِيَ لِأُمّتِي عَنِ الْخَطَ وَالنِّسْيَانِ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ. أخْرَجَهُ ابْنُ عَدِي فِي ((الْكَامِلِ)): 2/573. وَاَبُوْ نعيم فِيْ ((أَخْبَارِ أصْبَهَانِ)) 1/251-252. وَصَحَّحَهُ الْألْبَانِي فِيْ إِرْوَاء الْغَلِيْلِ، 4/213

Umatku dimaafkan karena (perbuatan yang dilakukan) disebabkan kesalahan, lupa dan karena dipaksa. HR: Ibnu Adi dalam kitab al-Kamil, 2/573. Abu Nu’aim dalam kitab Akhbar ashbahan, 1/251-252 dan hadis ini dishahihkan Syaikh al-Bani dalam kitab Irwaul Ghalil, 4/573.

Dalam kitab Syarah Arba’in Nawawi, Ibnu Rajab setelah menyebutkan nash yang menunjukkan diangkatnya dosa orang-orang yang melakukan pelanggaran disebabkan karena kesalahan dan lupa, lalu dia berkata: “Yang lebih kuat -wallahu a’lam- bahwa orang yang melakukan pelanggaran disebabkan karena lupa dan kesalahan mereka dimaafkan artinya dimaafkan dosa dari perbuatannya itu, karena dosa itu diberikan kepada orang yang melakukan pelanggaran dengan sengaja dan niat untuk melakukannya, sedangkan orang yang melakukannya karena lupa dan karena kesalahan dia tidak sengaja untuk melakukan pelanggaran tersebut sehingga dia tidak berdosa. adapun diangkatnya hukum dari pelanggaran tersebut bukan merupakan maksud dari nash itu, sehingga penetapan hukumnya diangkat atau ditetapkan membutuhkan dalil lain.”

Kesalahan adalah seseorang bermaksud untuk melakukan sesuatu tapi perbuatannya itu mengenai sesuatu yang lain bukan yang dikehendakinya. Seperti: Seseorang bermaksud untuk membunuh orang kafir tapi justru mengenai orang muslim secara tidak sengaja, sehingga yang terbunuh bukan orang kafir yang dikehendakinya itu tapi justru orang muslim.

Lupa adalah Seseorang melakukan sesuatu disebabkan karena lupa padahal dia sebelumnya mengetahui.

Pent. seperti seseorang berpuasa dan dia tahu bahwa dia sedang berpuasa tapi dia makan dan minum dan ketika makan dan minum dia lupa kalau sedang berpuasa, setelah selesai makan dan minum dia baru ingat bahwa dia sedang berpuasa maka perbuatan makan dan minum yang dilakukannya itu tidak berdosa dan puasanya tetap sah.

Kedua perbuatan tersebut yang dilakukan karena kesalahan dan lupa tidak berdosa karena dosa akibat pelanggaran itu dimaafkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Sampai pada perkataanya: Pasal kedua tentang hukum orang yang dipaksa, yaitu ada dua macam:

Pertama: Orang yang melakukannya karena dipaksa dan sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk tidak melakukannya, dia tidak mampu menolaknya sama sekali, seperti orang yang dibawa secara paksa kemudian dimasukkan ke tempat yang perjanjian yang tidak boleh dimasukinya. atau seseorang diangkat secara paksa kemudian digunakan untuk menghantam orang lain hingga orang lain itu mati dan dia tidak memiliki kemampuan sedikit pun untuk menghindarinya supaya tidak mengenai orang itu, atau seorang perempuan dibaringkan secara paksa kemudian diperkosa sementara wanita itu tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk melawan dan menolaknya. Kondisi dipaksa seperti itu bagi orang tersebut sama sekali tidak berdosa berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan jumhur ulama juga berpendapat perbuatan itu tidak mengakibatkan dosa, Pendapat seperti itu juga disampaikan dari sebagian salaf -seperti Imam an-Nakho’i- tapi terdapat khilaf.

Kedua: Orang yang dipaksa untuk memukul orang lain atau dipaksa untuk melakukan perbuatan lainnya kemudian orang itu melakukannya, maka perbuatannya itu berkaitan dengan taklif, dia bisa memilih untuk melakukannya atau tidak melakukannya, tapi tujuan perbuatannya itu bukan untuk melakukan perbuatan itu dengan keinginannyam perbuatan itu dilakukan hanya karena dipaksa oleh orang lain, bahkan terkadang perbuatan itu dilakukan untuk menolak bahaya yang akan ditimpakan kepadanya. Orang seperti ini berada dalam dua posisi, satu posisi dia memiliki pilihan untuk melakukan atau tidak melakukannya dan di sisi lain dia tidak memiliki pilihan lain selain melakukannya. oleh karena itu ulama berbeda pendapat apakah orang itu mendapat dosa atau tidak.

Para ulama sepakat bahwa jika seseorang dipaksa untuk membunuh orang lain yang haram dibunuh maka perbuatannya itu sama sekali tidak bisa dibenarkan, karena dia membunuhnya atas kesadarannya sendiri hanya agar selamat dari orang yang memaksanya dengan cara membunuh orang yang dibunuhnya itu.

Kemudian setelah itu dia menyebutkan: Bahwa orang yang dipaksa untuk mengucapkan sesuatu (pelanggaran) dia dimaafkan, orang yang melakukan sesuatu karena dipaksa tidak berdosa, sedangkan orang yang dipaksa untuk melakukan sesuatu (pelanggaran) dalam masalah ini terdapat perbedaan dikalangan ulama. Jamiul Ulum Wal Hikam. Selesai perkataan belua rahimahullah.

Kesimpulan: Bahwa dosa dari ketiga orang tersebut diangkat mereka tidak berdosa karena perbuatannya, adapun tanggungan kewajiban untuk mengganti sesuatu yang dihilangkan akibat perbuatannya, baik berupa nyawa atau harta tetap wajib dilakukan, karena tanggungan kewajiban tersebut akibat dari perbuatan yang dilakukan itu dan akibat dari menghilangkan sesutu milik orang lain baik karena sengaja atau pun karena tidak sengaja.

Pent. Abu Layla Turahmin, M.H.

Bantul, Yogyakarta, Kamis 17 Juli 2025.

Tinggalkan komentar