Disarikan dari taklim Syaikh Abdullah Bawadi
وجوه يومذ محاضرة إلى ربها ناظرة
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala di akhirat akan dapat dilihat oleh orang-orang mukmin di surga.
Sifat dapat dilihat ini merupakan salah satu sifat ilahiyah, bukan berkaitan sifat zatiyah, seperti, mendengar, melihat, berbicara dan sifat-sifat lainnya.
Keyakinan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan dapat dilihat di surga oleh orang-orang mukmin merupakan i’tiqod agung yang harus dimiliki orang-orang mukmin.
Banyakbsekalibkitab-kitab Ahlussunnah yang membahas tentang rukyatullah (Allah bisa dilihat) di akhirat hal ini menunjukkan kebenaran sifat tersebut dan pentingnya keyakinan terhadap sifat itu.
Sifat ini sangat berkaitan erat dengan sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang maha tinggi.
Orang-orang yang mengingkari kemaha tinggian Allah subhanahu wa ta’ala dia akan mengingkari bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan dapat dilihat oleh orang-orang mukmin di akhirat kelak.
Ada tiga golongan manusia dalam menyikapi rukyatullah
Pertama: Ahlussunnah wal jama’ah, mereka meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan dapat dilihat oleh orang-orang mukmin di akhirat dengan mata mereka.
Ketentuan Allah dapat dilihat oleh orang-orang mukmin ada empat:
- Allah subhanahu wa ta’ala dilihat dengan mata kepala.
- Allah subhanahu wa ta’ala hanya dapat dilihat dengan mata telanjang di akhirat kelak artinya di dunia ini Allah tidak dapat dilihat baik dalam mimpi maupun dulu dunia nyata.
- Allah subhanahu wa ta’ala dapat dilihat di akhirat bukan hanya di surga saja tapi di beberapa tempat.
- Orang mukmin ketika melihat Allah subhanahu wa ta’ala Allah subhanahu wa ta’ala berada di arah yang tinggi.
Kedua: Muktazilah mereka meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mungkin dapat dilihat di akhirat kelak karena hal itu mustahil, karena kalau Allah subhanahu wa ta’ala dapat dilihat berarti Allah subhanahu wa ta’ala berada di arah tertentu yang tinggi, Allah subhanahu wa ta’ala membutuhkan Arah dan ini mustahil bagi-Nya.
Ketiga: Asya’irah mereka menyelisihi muktazilah dalam masalah Allah subhanahu wa ta’ala dapat dilihat di akhirat oleh orang-orang mukim, tapi mereka berpendapat bahwa Allah dapat dilihat tapi bukan dari arah, Allah bukan di atas karena mereka juga menafikan sifat tinggi bagi Allah subhanahu wa ta’ala, namun mereka berpendapat manusia pada saat itu melihatnya bukan dengan mata telanjang tapi dengan bashirih, diberi kekuatan tambahan sehingga apa yang dilihat seolah-olah Allah subhanahu wa ta’ala.
Tapi pada hakekatnya mereka juga menafikan sifat ini bagi Allah subhanahu wa ta’ala.
Pendapat yang benar adalah pendapat Ahlussunah wal jama’ah yang menetapkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan dapat dilihat di akhirat kelak.
Salah satu dalilnya adalah ayatbyang menjelaskan bahwa Allah akan dapat dilihat mengunakan huruf jar إلى yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala dilihat dengan mata dari arah bawah karena Allah Maha Tinggi.
Ahlussunnah menerima dalil dan menetapkannya, kemudian mengeluarkan kaidah-kaidah dari dalil-dalil tersebut berbeda dengan kelompok lain, mereka membuat kaidah kemudian mencari dalil untuk menguatkan atau membenarkan kaidah tersebut, jika kaidah yang ditetapkan bertentangan dengan dalil maka dalil tersebut di takwil, diselewengakan atau di otak-atik agar sesuai dengan kaidah yang telah mereka buat.
Orang-orang kafir kelak akan terhalang dari melihat Alah subhanahu wa ta’ala’ala, sehingga mereka tidak akan mampu melihat-Nya. Artinya kalau orang-orang kafir dihalangi dari melihat Allah berarti orang-orang mukmin akan mampu melihat-Nya di akhirat kelak
Hadis-hadis tentang Allah subhanahu wa ta’ala kelak akan dapat dilihat jumlahnya banyak dan mutawatir sehingga tidak ada celah sedikitpun untuk tidak meyakininya.
Setiap nama mengandung sifat tapi tidak semua sifat menjadi nama.
Abu Layla Turahmin, M.H.
Yogyakarta, Rabu 19 Juni 2025. 19.48.