Fawaid Akidah Washitiyah Tentang Iman

54 Pembaca

Pemateri: Dr. Abdullah Mubarak Bawadi

Fawaid Ta’lim

Pelaku dosa besar tidak kafir tapi berada di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, kecuali jika menghalalkan perbuatan tersebut.

Orang yang mengingkari kewajiban-kewajiban yang ma’lum (pasti diketahui kewajibannya oleh setiap muslim) seperti shalat maka orang itu kafir.

Orang yang menghalalkan sesuatu yang haram yang ma’lum (pasti diketahui setiap muslim) orang itu kafir, seperti haramnya khomer, zina dll.

Pelaku dosa besar yang tidak menghalalkan dosa tersebut menurut pendapat Ahlussunnah wal jama’ah orang tidak kafir berbeda dengan pendapat khawarij yang mengkafirkannya.

Asal iman ada di dalam hati.

Ahlussunnah wal jama’ah tidak mengkafirkan ahlul kiblat yang melakukan dosa besar.

Dosa besar adalah setiap dosa yang mengakibatkan hukum had di dunia atau mendapat ancaman azab di akhirat, dinafikan iman darinya, atau mendapat murka Allah. Seperti mencuri hukumannya dipotong tangan, zina dirajam, qadzaf dicambuk, murtad dihukum mati, membunuh dihukum qishash atau mendapat ancaman laknat dari Allah subhanahu wa ta’ala, dll.

Dosa kecil adalah dosa yang tidak ada hukum hanya, tidak ada ancaman azab di akhirat, tidak mendapat ancaman laknat dari Allah atau murka-Nya.

Setiap dosa besar itu maksiat dan tidak setiap maksiat dosa besar.

Ahlussunnah tidak mengkafirkan ahlul kiblat disebabkan karena dosa besar (selain syirik) dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya.

Ahlul kiblat adalah kaum muslimin secara umum (setiap muslim/setiap orang yang ditetapkan baginya sifat Islam) termasuk ahlul kiblat adalah ahlul bid’ah yang bid’ahnya bukan bid’ah yang menyebabkan kafir.

Orang yang shalat, menghadap kiblat ketika shalat dan memakan sembelihan kami (Rasulullah shalallahu alaihi wa salam dan sembelihan kaum muslimin mereka adalah ahlul kiblat.

Tidak setiap perbuatan maksiat menyebabkan seseorang menjadi kafir karena kemaksiatan ada dua yaitu kemaksiatan yang mengakibatkan kafir dan kemaksiatan yang tidak mengakibatkan kafir.

Kemaksiatan yang mengakibatkan pelakunya kafir, mencela Allah subhanahu wa ta’ala, mengolok-olok Nabi shallallahu alaihi wa salam, sujud kepada berhala, dll, namun ada kaidah-kaidahnya tidak serampangan dan tidak ada penghalangnya.

Kemaksiatajnyang tidak mengakibatkan kafir, seperti, zina, ghibah, mencuri, qadzaf, minum khomer dll.

Hukum pelaku dosa besar menurut Ahlussunnah wal jama’ah:

Hukumnya di dunia

Misal: mencuri, zina, mengadu domba, durhaka kepada orang tua dll, orang tersebut tetap mukimin tapi bukan mukmin secara mutlak tapi disebut orang mukmin yang imannya berkurang, mukmin fasik, dia tetap mukmin karena pokok imannya masih ada di dalam hati. Orang tersebut tetap mukmin karena keimanannya dan fasik karena dosa besar yang dilakukannya.

Pelaku dosa besar tetap muslim tidak kafir tapi fasik, orang itu tetap memiliki hak diperlakukan sebagaimana muslim lainnya, ketika sakit berhak untuk dijenguk, diberi salam, dikubur di pemakaman muslim jika mati dan hak-hak lainnya.

Fasik dari kata fusuk yaitu keluar dari ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan melakukan dosa besar atau terus menerus melakukan dosa kecil dan tidak bertaubat dari dosa tersebut.

Orang yang melakukan dosa besar tidak kafir kecuali jika menghalalkan dosa tersebut dan karirnya bukan karena melakukan dosa besar itu tapi karena orang itu menghalalkan dosa tersebut, karena orang yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala orang itu kafir, dan asal (pokok) imannya hilang dari hatinya.

Jika ada orang yang melakukan dosa besar dan tetap meyakini dosa itu haram dilakukan orang itu tidak kafir, tetap muslim dan kewajiban kita menasihati dan mendoakannya agar bertaubat dan kembali kepada kebenaran.

Pelaku dosa besar tidak dicintai secara mutlak dan tidak dibenci secara mutlak, orang itu dicintai sesuai keimanannya dan dibenci sesuai kadar dosa yang dilakukannya.

Hukum pelaku dosa besar di akhirat:

Jika pelaku dosa besar itu tidak bertaubat,

Berada di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, jika Allah menghendaki untuk mengampuninya maka orang itu akan diampuni dan dimasukkan ke surga namun jika Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki untuk menghukumnya terlebih dahulu di neraka maka orang itu akan di azab di neraka, kemudian setelah dosanya bersih akan di angkat dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Bisa jadi pelaku dosa besar mendapat syafaat Nabi shallallahu alaihi wa dan dimasukkan ke dalam surga tanpa azab.

Jiam pelaku dosa besar diazab oleh Allah itu merupakan bentuk keadilan dari-Nya, dia akan diazab sampai dosanya bersih kemudian akan diangkat dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Sebab pelaku dosa besar diangkat dari api neraka adalah karena tauhid yang ada di dalam hatinya.

Orang yang tidak bertauhid tamat sudah tidak bisa masuk surga dan kekal di neraka.

Jika orang itu bertaubat maka harapannya taubatnya diterima, diampuni dosanya dan dimasukkan ke dalam surga.

Pelaku dosa besar selain syirik dari ahlul kiblat (kaum muslimin) Jika masuk neraka suatu saat pasti akan akan masuk surga.

Dalil pelaku dosa besar tetap mukmin:

فمن عفي له من أخيه شيء فاتباع بالمعروف

Ayat ini diturunkan berkaitan dengan qishash, artinya jika ada seseorang membunuh seorang mukmin dengan sengaja tanpa hak maka hukumannya diqishash (dihukum bunuh tentu yang menegakkan pemerintah bukan person), jika orang yang dibunuh sebelum mati memaafkannya atau setelah mati walinya memaafkannya, atau membayar diyat, dalam ayat tersebut pembunuh itu disebut saudara sesama muslim dengan orang yang dibunuh dan walinya yang muslim, sehingga dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa pembunuh tersebut tetap disebut mukmin bukan kafir, padahal pembunuhan termasuk dosa besar, jika pembunuh itu sudah kafir karena melakukan dosa besar pembunuhan maka tidak bakal disebut saudara sesama muslim.

وإن طائفتان من المؤمنين اقتتلوا

Ayat inii menjelaskan bahwa orang yang berperang dengan sesama orang mukmin mereka semua tetap disebut sebagai orang mukmin bukan orang kafir padahal memerangi sesama mukmin termasuk dosa besar.

Hukum had bagi pezina, pencuri dan pembunuh, peminum khomer menunjukkan bahwa pelaku dosa besar itu tetap mukmin bukan kafir, kalau mereka kafir maka mereka tidak akan dihukum had tapi dihukum dengan hukuman mati, tapi ternyata tidak, ini merupakan dalil yang tidak terbantahkan bahwa pelaku dosa besar selain syirik tidak kafir.

Dulu dizaman Nabi shallallahu alaihi wa salam ada seorang wanita yang sudah menikah dan berbuat zina lalu minta disucikan, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyucikannya Dengan hukum rajam setelah wanita itu melahirkan dan setelah anak yang lahir itu disapih, wanita itu tidak dikafirkan, hal ini juga menunjukkan bahwa pelaku dosa besar (selain syirik) tidak kafir, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang sahabat yang terkena darahnya ketika menegakkan hukum had rajam mencelanya dan beliau mengabarkan bahwa taubat wanita itu diterima di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.

Pelaku dosa besar tidak kafir tapi tetap mukmin namun mukmin fasik, dalilnya firman Allah subhanahu wa ta’ala,

يا أيها الذين ٱمنوا إذا جائكم فاسق بنبإ فتبينوا

Pelaku dosa besar tidak dikeluarkan dari nama iman tapi disebut mukmin fasik, mukmin kurang imannya dan mukmin pelaku maksiat.

Khawarij mengkafirkan pelaku dosa besar dan menghalalkan darah serta hartanya (pendapat yang salah) dan di akhirat kekal di api neraka, syafa’at tidak bermanfaat baginya demikian juga dengan amal-amal shalaihnya.

Muktazilah tidak mengkafirkan pelaku dosa besar dan tidak mengatakan mukmin tapi disebut manzilah baina manzilatain, ini hukum di dunia dan di akhirat mereka berpendapat orang tersebut keka di neraka jahanam bersama orang-orang kafir, syafa’at dan amal shalih orang tersebut tidak berguna.

Murju’ah pendapatnya terlalu terbuka, pelaku dosa besar tetap sempurna imannya, dosa tersebut tidak mempengaruhi keimanannya sama sekali.

Pendapat-pendapat tersebut salah besar yang benar pendapat Ahlussunnah wal jama’ah.

Turahmin, BA, S.Pd, M.H.

Masjid Jamilurrahman, Bantul, 09 Oktober 2025.

Tinggalkan komentar