Iman Kepada Qadha dan Qadar

15 Pembaca

Pemateri: Dr. Abdullah Mubarak Bawadi.

Fawaid Ta’lim

Ahlussunah wal jama’ah beriman kepada taqdir Alah subhanahu wa ata’ala, yang baik maupun yang buruk.

Rukun iman ada enam: iman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir dan iman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.

Iman kepada taqdir termasuk salah satu rukun iman yang enam.

Segala sesuatu diciptakan berdasarkan taqdir dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Iman tidak sempurna kecuali jika disertai imam kepada qadha dan qadar, orang yang mengingkari iman kepada qadha dan qadar kafir.

Apa makna iman kepada qadha dan qadar?

Pengertian qadha dan qadar.

Qadha secara bahasa adalah hukum dan perintah.

Qadha adalah menyempurnakan sesuatu.

Qadar secara bahasa adalah taqdir dan hukum.

Qadha dan qadar secara istilah adalah taqdir yang telah ditentukan Alah subhanahu wa ta’ala sejak dahulu kala, dan berdasarkan ilmu Allah subhanahu wa ta’ala bahwa sesuatu itu pasti akan terjadi pada waktu yang telah ditentukan di sisi-Nya, dengan sifat khusus, telah ditulis oleh-Nya, berdasarkan kehendak-Nya, dan terjadinya sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan dan diciptakan-Nya.

Apa perbedaan antara qadha dan qadar?

Qadha dan qadar adalah dua istilah yang berbeda jika disebutkan dalam satu kalimat dan termasuk dua kata yang sinonim jika disebutkan secara terpisah.

Qadha dan qadar jika disebutkan bersamaan dalam satu kalimat di dalam ayat atau hadis maka maknanya berbeda dan jika disebutkan secara terpisah dalam ayat atau hadis yang berbeda maknanya sama.

Jika dikatakan “Ini adalah qadar/taqdir Allah maka mencakup qadha-Nya.” Jika disebutkan secara bersamaan maka masing-masing memiliki makna sendiri-sendiri.

Taqdir adalah apa yang telah ditentukan Allah subhanahubwa ta’ala pada dahulu kala bahwa itu akan diciptakan oleh-Nya.

Qadha adalah apa yang telah ditentukan Allah subhanahu wa ta’ala pada maklhuk-Nya baik ada atau tidak adanya sesuatu itu padanya, atau sesuatu itu akan mengalami perubahan.

Seperti seseorang menjadi kaya atau miskin, menikah atau tidak menikah, pengajian yang dilakukan di tiap hari kamis di masjid Jamilurrahman oleh Syaikh Bawadi dan siapa saja yang hadir semua telah ditakdirkan Allah subhanahu wa ta’ala.

Dari pembahasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa taqdir/qadar mendahului qadha.

Contoh taqdir seperti Allah menetapkan seseorang itu akan berumur berapa tahun, akan menjadi orang kaya atau miskin, sengsara atau bahagia. Kemudian hal itu direalisasikan Allah pada orang tersebut dalam kenyataan ini disebut qadha.

Apa yang ditakdirkan Allah subhanahu wa ta’ala pasti akan terjadi dan apa yang tidak ditakdirkan pasti tidak akan terjadi.

Allah subhanallah wa ta’ala telah menulis apa saja yang dikehendakinya di kitab laukhul makhfudz.

Tingkatan iman kepada qadha dan qadar.

Iman kepada qadha dan qadar ada dua tingkatan masing-masing mengandung dua perkara:

Tingkatan pertama mengandung ilmu dan kitabah (penulisan).

Tingkatan kedua mengandung masyi’ah (kehendak) dan kholqu (penciptaan).

Ulama lain berpendapat bahwa tingkatan qadha dan qadar ada empat yaitu: ilmu, kitabah (pencatatan), masyi’ah (kehendak) kemudian kholqu (penciptaan).

Empat tingkatan qadha dan qadar ini yang menjadi titik perbedaan antara Ahlussunnah dengan Ahlul bid’ah.

Penetapan qadha dan qadar wajib berdasarkan dalil dari al-Quran dan as-Sunnah karena termasuk perkara ghaib yang tidak bisa dipahami oleh akal.

Tidak boleh terlalu mendalam dalam masalah qadha dan qadar karena berbahaya dan tidak terjangkau oleh akal manusia, yang penting beriman kepada qadha dan qadar tersebut itu sudah cukup.

Maksud ilmu dalam pembahasan tingkatan qadha dan qadar adalah ilmu Allah subhanahu wa ta’ala, kita mengimani ilmu Allah subhanahu wa ta’ala yang meliputi segala sesuatu secara global maupun secara rinci.

Ilmu Alah subhanallah wa ta’ala adalah azali dan abadi (sejak dulu kalau sampai selamanya tanpa batas waktu).

Tidak ada sesuatupun yang terjadi di alam semesta ini baik adanya ataupun tidak adanya semua diketahui Allah subhanahu wa ta’ala.

Tidak ada sesuatupun yang diam, bergerak, jatuh, terbang atau pun turun semua diketahui Alah subhanallah wa ta’ala, secara lahir dan batin semua diketahui-Nya, dan ini termasuk iman kepada ilmu Allah subhanahu wa ta’ala.

Tidak ada sesuatupun yang kita lakukan atau tidak kita lakukan kecuali semua diketahui Allah subhanahu wa ta’ala.

Alah mengetahui tentang kita sebelum kita ada maupun setelah ada, apakah kita akan bahagia atau susah dan apakah kita akan masuk surga atau masuk neraka.

Ya Allah masukkanlah hamba-Mu ini ke dalam surga dan jadikan hamba-Mu ini termasuk orang yang yang berbahagia di dunia dan di akhirat kelak.

Kitabah adalah beriman bahwa Allah telah menuliskan taqdir segala sesuatu di Laukhul Mahfudz, sesuai dengan ilmu-Nya.

Maqadir adalah miqdar yaitu ketentuan-ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala.

Laukhul Makhfudz adalah Sirrulah (rahasia Allah yang disembunyikan dan tidak ada yang tahu selain Allah), bahkan malaikat pun tidak tahu.

Maqadir ada beberapa macam:

1. Kitabah (penulisan) taqdir makhluk di Laukhul makhfudz) lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Ini disebut taqdir azali.

Ketika Allah menciptakan qalam (pena) kemudian memerintahkannya untuk menulis segala sesuatu (taqdir) yang akan terjadi hingga hari kiamat,

Makhluk pertama yang diciptakan Allah adalah ‘Arsy kemudian qalam.

ألم تعلم أن الله يعلم ما في السماء والأرض إن ذلك في كتاب إن ذلك على الله يسير

2.. Al-kitabatu al’Umriyah

الكتابة العمرية هي ما يكتبه الملك الموكل بالأرحام على الجنين في بطن أمه إذا تم أربيعين أشهر فيؤمره الله بكتابة رزقه وأجله وعمله وسقي أو سعيد.

3.. Al-Kitabah Al-khauliyah

الكتابة الحولية، السنة في ليلة القدر.
إنا أنزلناه في ليلة مباركة يفرق كل أمر حكيم

4.. Al-Kitabah al-yaukiyah

الكتابة اليومية يكتب الله المقادر كل يوم
كل يوم في شأن

5 .Al-Kitabah al-mitsaq

الكتابة الميثاق
قالوا بلى شهدنا

Tingkatan tersebut ditetapkan berdasarkan dalil dari al-Quran dan as-Sunnah setelah diadakan penelitian.

Ahlussunah menetapkan segala sesuatu berdasarkan dalil, dalil terlebih dahulu kemudian diimani berbeda dengan ahlul bid’ah mereka meyakini dulu baru mencari dalil jika sesuai dalilnya dengan apa yang mereka yakini maka dalil itu diterima tapi jika tidak sesuai dalil tersebut ditolak.

Kelompok yang mengingkari derajat/tingkatan pertama qadha dan qadar yaitu ilmu dan kitabah adalah Qadariyah yang ekstrim mereka meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi itu baru dan Alah tidak mengetahuinya sebelum terjadi dan baru mengetahui setelah terjadi lalu ditulis.

Ghulatul Qadariyah dikafirkan oleh Ahlussunah waljama’ah.

Ma’bad al-Juhani pencetus paham Qadariyah ini dan ghailan ad-Dimasyq.

Ma’bad al-Juhani muncul di akhir masa sahabat, dia dikafirkan oleh Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Anas bin Malik. Dan Uqbah bin Amir.

Ma’bad al-Juhani mengambil pemahaman sesat ini dari Sausan/Sisawaih orang Nasrani yang masuk Islam kemudian masuk Nasrani lagi, tempatnya di Iraq/Bashrah.

Pemikiran itu kemudian diadopsi oleh Ghailan ad-Dimasqi lalu dilanjutkan oleh Mu’tazilah,Mu’tazilah pertama termasuk kelompok yang ekstrim dan dikafirkan sedangkan Mu’tazilah kedua bukan termasuk ghulat Qadariyah.

Mu’tazilah mengimani tingkatan qadha dan qadar pertama yaitu ilmu dan kitabah namun mereka mengingkari bahwa Allah yang penciptaan perbuatan hamba, dan masyi’ah Allah subhanahu wa ta’ala.

Turahmin, BA, S.Pd, M.H.

Bantul, Kamis 11 September 2025.

Tinggalkan komentar